"Seperti sebuah kotak indah yang
dihadiahkan Zeus pada seorang gadis... itulah dirinya. Kotak indah yang terus menyeret
rasa penasaran setiap insan yang melihat untuk membukanya..."
Tania melirik
pria disampingnya secara sembunyi-sembunyi. Setelan kemeja putih dengan dasi
biru tua dan celana panjang hitam terlihat sangat pas di tubuhnya. Tangan
kanannya menenteng tas ala pegawai kantoran yang berwarna hitam, warna yang
senada dengan sepatu vantouvel yang sedang dikenakannya. Sudah hari ketiga
sejak Tania memperhatikan pria yang selalu menunggu bus di halte ini. Awalnya
Tania memang tak pernah menunggu bus di halte tersebut karena tempatnya yang
agak jauh dari rumahnya. Biasanya ia lebih memilih taksi karena bisa lebih
cepat tiba ke kantor. Tapi setelah melihat pria tersebut, akhirnya ia memilih
untuk beralih ke bus.
Tania melanjutkan
aksi-melirik-sembunyi-sembunyinya sambil pura-pura menyibukkan diri dengan
handphone. Hari ini entah kenapa kondisi halte tersebut terlihat sepi. Hanya
mereka berdua saja yang menunggu bus di sini. Sebenarnya bus yang jurusannya
melewati kantor Tania sudah lewat dari tadi, tapi Tania masih ingin
berlama-lama melihat pria tersebut. Lagipula ia sama sekali belum terlambat ke
kantor. Jujur, ia penasaran dengan pria tersebut.
'Yang benar saja... Masa dia tidak sadar kalau ada yang memperhatikan
dari tadi. Menoleh saja tidak mau...' gerutu Tania dalam hati. Ia menoleh
lagi ke arah pria itu, dan jantungnya serasa mau copot saat melihat pria itu
juga sedang melihat ke arahnya sambil tersenyum. Refleks, ia berdiri lalu
mengelus-elus ujung rambutnya, persis seperti anak sekolahan yang akan bertemu
dengan senior ganteng yang disukai.
"Hei... Lagi nunggu bus
ya?" kata pria itu. Jelas basa-basi, lagipula mana ada orang yang nunggu
pesawat di halte?
"Ahh... Iya..." jawab
Tania tanpa menengok ke arah pria itu. Ia tak mau pria itu menyadari semburat
merah yang muncul di kedua pipinya.
"Aku Hendra. Kamu?" ia
mengulurkan tangan ke arah Tania, saat-saat yang sudah dinantikan oleh Tania
sejak dua hari yang lalu akhirnya terjadi juga. Dengan bersemangat Tania pun
membalas uluran tersebut lalu menatap mata pria itu.
"........"
Sebuah nama yang ingin terucap tiba-tiba
menghilang dari memori otaknya. Kedua pasang mata yang ditatapnya kini tanpa
diduga-duga, terlalu berbahaya bagi siapapun yang melihat.
***
"Mbak... Mbak tidak
apa-apa?" sebuah guncangan di bahunya mengembalikan kesadaran Tania.
Beberapa orang mengerumuninya dengan gaduh. Dua orang ibu di depannya malah
membicarakan dirinya secara terang-terangan.
"Kasihan ya... Pasti jadi
korban hipnotis..." kata ibu berdaster merah.
"Iya, tidak hati-hati
sih..." ibu yang satunya lagi menjawab dengan nada yang jelas-jelas
menyindir, membuat Tania sadar tentang apa yang baru saja terjadi.
Handphone, dan isi dompet beserta
kartu ATMnya diraup semuanya. Bahkan kalung yang baru diberikan oleh pamannya
sebagai oleh-oleh dari Paris juga diambil. Rasa-rasanya Tania ingin pingsan
saja sekarang.
"didorong oleh rasa penasarannya, Gadis itu pun membuka kotak
indah tersebut. Namun ternyata isinya bukanlah perhiasan atau benda berharga
lainnya. Hanya berisi kesialan dan hal buruk. Nama gadis itu, Pandora."
Tadinya ini ya yang mau dishare ff-nya? yang ini bagus, Stany :D
BalasHapusLumayan lah daripada ff yang odol. XD
Hapus