Jumat, 31 Desember 2021

Tiap Orang dan Penantiannya

Hari ini tanggal 31 Desember, hari yang aku awali dengan sakit kepala. Tentu, sakit kepalaku tidak hanya aku alami hari ini saja. Kemarin juga iya.

Sakit kepala yang aku rasakan sedari pagi membuat aku ingin lekas sampai rumah. Akibatnya, aku lupa titipan papa dan mama padahal itu hanya hal sederhana tapi sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari semenjak pandemi : masker.

Harusnya aku menulis pengingat.

Karenanya aku ingin menulis saat ini, beberapa menit sebelum aku bersiap untuk ibadah terakhirku di bulan 2021, sedikit saja. Aku ingin menulis karena 2 hal yang membuatku kaget sejak kemarin.

Hal pertama yaitu berita tentang seleb Jepang yang menyembunyikan hubungan cintanya dari mata media selama 25 tahun dan akhirnya memutuskan menikah! Banyak yang bertanya bagaimana bisa keduanya, si seleb yang kebetulan laki-laki dan kekasihnya itu bersembunyi selama 25 tahun. Sementara aku bertanya-tanya bagaimana pasangannya menanti selama 25 tahun.

Aku saja menanti sebulan tanpa kepastian sudah tidak sanggup.

Hal kedua yang membuatku kaget juga datang dari twitter. Salah satu scene dari film kesukaanku yaitu "Ada Apa dengan Cinta 2", scene yang menampilkan teater boneka (masih jadi mimpiku untuk pergi ke sana) ternyata terinspirasi dari kisah cinta yang dijalani sendirian oleh seorang ilmuwan yang terasing di Rusia selama 40 tahun. Bapak Widodo berusia 82 tahun, meninggalkan kekasih hati 40 tahun lalu dengan harapan bisa kembali. Sayangnya hal itu tidak bisa tercapai.


Kedua hal ini membuat aku kaget, dan sadar penantianku engga selama dan sehebat itu. Bahkan mungkin sepele, seperti menanti kapan aku bisa pulang, kapan bisa tidur. Aku cenderung terburu-buru, andai aku bisa menjernihkan pikiran dan ingat apa saja yang bisa aku lakukan sebelum pulang. Mungkin aku bisa membeli masker yang dinantikan orangtuaku.
Dan sekarang aku menanti waktu masuk gereja, menanti jam 10 malam saat ada space dengan Potterhead di twitter, dan menanti pergantian tahun. Aku ingin menjalani penantianku hari ini dengan perlahan dan terkendali.
Aku harap semua orang dengan penantiannya masing-masing, bisa menuntaskan segalanya dengan hati lega. Jadi, sampai jumpa di waktu yang lebih baik!

P.S : Aku berjanji akan mulai journaling dan menulis apapun di buku atau blog!




Jumat, 10 September 2021

Ternyata Aku Juga Menghakimi Orang Lain dengan Mataku

Bahkan aku juga iri... aku pikir orang-orang yang sudah sukses tidak merasakan apa yang aku rasakan, juga tak merasa dirinya kekurangan. Sampai suatu hari aku mengobrol lagi lewat chat dengan seorang senior yang menurutku sudah sukses. Aku pikir dia akan meremehkan aku karena belum sesukses dirinya. Tapi dia malah menyemangati. Ya Tuhan betapa baiknya seniorku ini dan betapa buruknya pikiranku yang diisi iri hati.

Kamis, 12 Agustus 2021

Menatap Diri Sendiri dari Mata Orang Lain

Andai aku bisa membaca pikiran orang, aku ingin tau alasan seseorang menatapku lama-lama dan tidak ingin memberitahu alasan walau sudah kutanya.
Lalu aku menjadi takut.
Apa tatapan itu artinya baik?
Aku bertanya pada orang lain yang kukenal, "apa ada yang salah dengan penampilanku dari atas sampai bawah?" Tapi katanya tak ada yang salah.
Bagaimana menghilangkan pikiran buruk dalam kepala? Aku tidak ingin menyalahkan diri terus-menerus.

Sabtu, 10 Juli 2021

Hatiku sangat kacau, aku tidak punya balon, tapi aku baik-baik saja,

Sudah lama aku tidak berada dalam kekacauan yang aku ciptakan ini, halaman blog-ku sendiri. Dan di hari seperti ini, saat aku tidak punya teman bicara, biasanya aku melaluinya dengan mengurung diri, melamun, tidak berinteraksi dengan siapapun bahkan lewat ponsel, ataupun tidur.

Saat aku terbiasa memendam perasaan, aku jadi lupa bagaimana caranya bicara yang benar. Dan aku tahu perubahan dalam cara bicaraku sudah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Aku takut aku akan kehabisan kata untuk dikeluarkan nantinya, jadi aku mulai menulis di sini.

Hari ini kumulai dengan bangun siang. Apa salahnya bangun siang di hari Minggu? Tentu salah juga aku lupa kalau ada jadwal yang harus dipenuhi, dan sekali lagi aku ketinggalan webinar. Bangun pagi jadi lebih sulit saat aku tidak puas dengan yang aku punya. Apa aku benar-benar lelah? Atau mungkin lelah hanya alasan yang aku buat untuk bertoleransi pada diri sendiri.

Lalu aku menemukan buku yang tidak kunjung selesai aku baca, "Baca Buku Ini Saat Engkau Lelah", hari ini baru sampai halaman 31. Kakak bidan yang aku kenal dulu di perantauan pernah tertawa saat melihat buku yang aku beli ini.
"Mana ada orang yang membaca buku saat lelah? Lelah ya istirahat," begitu katanya. Tapi mulai membaca buku ini membuatku sadar, aku tidak benar-benar lelah dengan apa yang aku lakukan setiap hari, aku hanya menggunakan 'lelah' sebagai alasan dari 'Mars' yang aku ciptakan... aku ingin melarikan diri dari sesuatu yang harusnya kujalani dengan baik, berproses, dan menyelesaikannya dengan benar. Aku perlu menyelesaikan sebuah buku sebelum membeli tumpukan buku lain lalu mengeluh setelahnya karena tidak selesai membaca semuanya. Dan saat aku menemukan halaman tanpa nomor sehingga membuatku kesal karena tidak tahu aku ada d halaman berapa, aku tinggal kembali ke halaman sebelumnya lalu menghitung berapa kertas yang aku lewati sampai halaman terakhir yang aku baca. Sama halnya dengan mengingat hari, tanggal, tahun, peristiwa yang sudah lewat, aku tidak perlu gusar karena kehilangan jejak, aku hanya perlu mundur ke hari-hari sebelumnya dengan tenang dan menyusun kembali semuanya ke tempat yang benar.

Rabu, 07 April 2021

(spoiler alert!!!) Review "The Cinderella Addiction" (Aishu Cinderella)

Siapa bilang kisah dengan embel-embel 'Cinderella' selalu berakhir dengan "Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya..."? 

"Setiap gadis memiliki rasa takut yang samar, akankah aku hidup bahagia?" Film dibuka dengan sebaris kalimat yang membingungkan, sementara seorang perempuan berambut panjang, dengan gaun biru dan sepatu perak berjalan masuk ke dalam kelas dengan anggunnya. Dialah Fukuura Koharu, pemeran utama dalam film "Aishu Cinderella" (disebut dengan judul "The Cinderella Addiction" untuk film yang rilis di luar Jepang) diperankan oleh Tsuchiya Tao.


Kehidupan Koharu yang sebelumnya tinggal berempat dengan kakek, ayah, dan adik perempuannya Chinatsu tidak bisa dibilang berkecukupan. Selain bekerja di penitipan anak, gadis berusia 26 tahun itu harus menjadi sosok ibu rumah tangga setelah ibunya pergi. Ayahnya juga membuka toko sepeda (atau reparasi sepeda?), tapi itu tidak cukup untuk menyekolahkan Chinatsu sampai kuliah.

Karena ditingalkan oleh ibu sejak ia kecil, Koharu dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya pada orangtua yang (menurutnya) tidak becus mengurus anak. Hal ini diperlihatkan pada scene di tempat kerjanya saat ia membahas ibu dari Asuka, salah satu anak yang ia jaga di tempat kerjanya, dan mengutip sebuah kalimat dari orang terkenal yang tidak bisa ia ingat namanya.

"The future destiny of a child is always the work of the mother."

Koharu adalah Cinderella yang tumbuh tanpa sosok ibu. Tentu saja tidak ada jaminan apakah hidupnya akan lebih baik jika ibunya tidak pernah pergi atau jika ayahnya menikah lagi. Namun kalimat yang ia kutip di atas seakan mengesankan bahwa, "Hal baik atau buruk yang dialami seorang anak di masa depan ialah akibat dari hal yang dilakukan orangtua," dan bagi Koharu, itu adalah akibat dari perbuatan ibunya. 

Syukurlah sepeninggal ibunya, Koharu dan keluarganya bisa bertahan hingga kini. Sampai suatu hari, kemalangan menimpa Koharu dalam semalam. Kakek tiba-tiba tak sadarkan diri di kamar mandi, kecelakaan yang terjadi di jalanan saat mengantar kakek ke rumah sakit, dan pacar yang berselingkuh.

Koharu yang putus asa berjalan menuju rel kereta api, dan hanya mendapati seorang pria mabuk yang tergeletak di atas rel. Suara kereta api yang mendekat mendorong Koharu untuk membantu pria itu, namun ia sempat ragu. Apakah hidupnya akan lebih baik jika menolong orang saat dirinya sendiri saja malang?

Dan keputusannya untuk membantu pria itu, Izumisawa Daigo, ternyata menjadi titik penentu yang mengubah kehidupannya dalam sebulan kemudian. Daigo kembali sebagai pangeran dengan mobil mewah, menghias Koharu dengan gaun dan sepatu mahal, lalu meminangnya untuk menjadi istri dan ibu untuk anaknya, Hikari.

Jika saja Cinderella menggunakan sepatu sebelum sihir terpatahkan, apa nasibnya akan berubah?

Kisah Koharu dianggap bak Cinderella bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, tentu saja tidak semua orang berpikir seperti itu. Salah satu teman Koharu berkata bahwa cerita Cinderella membuatnya sedikit takut.

"Bagaimana Cinderella bisa bahagia dengan pangeran yang hanya mengetahui ukuran sepatunya?" kata teman Koharu tersebut.

Sayangnya teman Koharu lupa bahwa Cinderella lah yang kembali menggunakan sepatu kaca agar bisa ditemukan oleh pangeran. Koharu, yang dilamar oleh Daigo setelah saling mengenal dalam kurang lebih 1 bulan, dihadapkan oleh situasi yang mirip. Saat itu jam dinding hampir menunjukkan pukul dua belas tengah malam, sambil memegang sepasang sepatu perak yang sudah lama tidak ia gunakan, Koharu si 'Cinderella' memutuskan untuk meletakkan kebahagiaannya pada 'pangeran' Daigo.

"Everybody makes mistake."

Entah itu 10 tahun, ataupun 1 bulan, tidak menjamin kamu benar-benar mengenal seseorang. Koharu hanya ingin bahagia dan dicintai setelah gagal dalam hubungan yang ia jalani selama 10 tahun. Koharu hanya ingin bahagia, karena itu ia mengikuti saran teman-temannya untuk menemui 'pangeran yang mengendarai mobil mahal' bernama Daigo. Koharu ingin bahagia, karena itu ia percaya saja saat keluarganya menyarankan dirinya dan Daigo untuk menikah saja.

Sepertinya tidak apa-apa mencoba untuk memulai hidup baru dengan Daigo walau mereka baru kenal selama 1 bulan. Selain itu Daigo juga kehabisan waktu karena ia semakin tua, siapa yang akan mengurus Hikari jika ia tidak segera menikah? Sepertinya Hikari bisa membuka diri dengan Koharu, bukankah kebahagiaan Hikari adalah yang paling penting? Daigo kaya, seorang dokter yang pintar, bisa diandalkan, dan ayah yang penyayang bagi Hikari. Bukankah ia sempurna? Bukankah Koharu juga ingin jadi orangtua dan ibu yang baik, tidak seperti ibunya dulu? 

Koharu dan Daigo berdiri di depan altar lalu mengucap janji pernikahan di atas pertanyaan-pertanyaan itu; dan jawaban yang masih kabur.

"From now on, I'll be the one to make all your dreams come true."

"I'll be Hikari's real mother."

Apakah Koharu akan bahagia?

Hahh... Menulis sambil mengingat detil yang aku lihat di film membuat perasaan aku campur aduk. Rasanya beeraaaaat kalau ingat Koharu harus menjalani hidup yang malang seperti itu. Padahal ia hanya ingin bahagia... Tapi bahagia itu berat, biar aku saja (ups!).

Karena Tao sering banget ngomongin Aishu Cinderella (entah itu di IG post yang panjangnya itu dah kayak nulis diari atau dari interview di mana-mana) jadi aku ikutan memerhatikan hal-hal kecil seperti warna di dalam film. Dimulai dari warna gaun Koharu yaitu biru. Biru adalah warna dominan di film (menurut akuuu ya, karena filter-nya rada biru kehijauan). Karena filter kebiru-biruan ini, jas Daigo waktu pertemuan keduanya dengan Koharu juga terlihat biru, bahkan sedotan Daigo juga warnanya biru. Sementara Koharu yang menggunakan sweater entah peach atau merah namun sudah memudar, minum segelas sirup berwarna merah dengan sedotan merah. Koharu memang sering tampil dengan warna merah (karena bajunya itu-itu saja sebelum berkenalan dengan Daigo). Entah sengaja atau tidak, palang toko sepeda milik keluarga Fukuura juga berwarna merah dan biru... Dan? Entah sengaja atau memang di Jepang seperti itu, warna tanda lalu lintas berwarna merah dan biru, sementara taksi berwarna merah. Woww!

Lalu Koharu dan Daigo menikah, eh gaunnya Koharu merah lagi! Dan jas Daigo biru. Jadi aku berpikir bahwa merah adalah warna yang mewakili Koharu sementara biru ya Daigo. Kembali ke scene awal, gaun yang dipakai Koharu adalah gaun yang dibelikan Daigo saat mereka bertemu lagi. Entah kenapa... Koharu yang memakai gaun biru membuat aku merasa kalau Kaoru melepaskan 'merah' dan masuk dalam hidup Daigo dengan mengenakan warna 'biru.'

Dan judul film yaitu "Aishuu" yang berarti 'kesedihan' dan warna biru seringkali digunakan untuk mewakili kesedihan. Bukankah ini terhubung?

Namun tentu saja teori-teori warna ini tidak berhenti di sana.

Saat mengenal Daigo, warna baju dan dandanan Koharu mulai berubah seiring waktu. 

Ia mulai menggunakan warna ungu (atau yang disebut Tao sebagai 'burgundy'), sempat abu-abu (kalau tidak salah ingat), dan kehadiran warna merah makin sedikit walau masih ada (scarf yang diikat di tas Koharu saat menemui dokter kenalan Daigo).

Interior rumah Izumisawa juga dihias dengan warna yang senada. Yang aku ingat adalah warna kasur yaitu burgundy gelap? Dan dinding dapur dengan urutan warna ungu, biru, ungu, merah, ungu dengan Koharu berdiri di depan warna ungu saat memasak... Bukannya kombinasi merah dan biru bisa menghasilkan warna ungu? Woww lagi...

Ada beberapa scene yang membekas di ingatanku selain scene yang sudah dibahas di atas. Salah satunya adalah scene saat Koharu dikenalkan pada ibu Daigo, dan ucapannya yang seperti meragukan Koharu yang tumbuh tanpa ibu. Menurutnya, seorang gadis yang tumbuh tanpa mengenal cinta seorang ibu takkan mampu untuk menjadi sosok ibu bagi anak lain.

"Becoming a mother and being a mother is a completely different thing," alasannya.

Scene kedua juga datang dari pertemuan ini. Ibu Daigo yang akhirnya melunak dan menerima Koharu memberi nasihat kepadanya, katanya, "Menjadi orangtua itu sulit. Seberapa keras pun kamu berusaha, tidak akan ada yang memujimu."

Dan scene selanjutnya yaitu scene Koharu dengan ayahnya. Scene saat Koharu mengeluh tentang Hikari namun tidak mendapat jawaban yang membantu dari ayahnya, "Yang perlu kaulakukan hanya jadi ibunya saja." Padahal, Hikari punya pengalaman buruk perihal sosok ibu dan tidak cukup tahu bagaimana cara yang tepat untuk jadi orangtua yang baik.

Dan sayang sekali, hal terakhir yang Koharu ingat dari ucapan ayahnya sebagai orangtua juga menjadi salah satu pemicu dari keputusan yang ia ambil di akhir cerita.

Scene lain! Waktu Koharu mengeluarkan sepatu yang diberikan Daigo dari dalam rak, ia sempat melihat jam dinding dan waktu itu hampir tengah malam. Seperti yang kita tahu, sihir Cinderella menghilang tepat jam 12 malam dan yang tersisa hanyalah sepatu kaca. Scene Koharu mengambil sepatu sebelum sihir terpatahkan ini seperti apa ya... Ingin meminjam kekuatan dari negeri dongeng? 

Dan setelah menjadi nyonya Izumisawa, Koharu meletakkan sepatu peraknya ke dalam rak sepatu di rumah barunya. Kesannya seperti, keajaiban Cinderella sudah terjadi... Biarlah sepatu itu tersimpan di tempat yang aman.

Lalu! Walau Koharu mirip Cinderella yang kehilangan ibu kandungnya, ia tidak mendapat ibu baru alias ibu tiri. Malahan Koharulah yang menjadi ibu tiri... Jadi, bukannya cerita Cinderella bisa saja berlanjut ke Hikari? Walau Koharu bukanlah ibu tiri yang jahat, setidaknya tidak bagi Hikari.

Secara keseluruhan! Aku memberi nilai 8 dari 10 untuk film ini. Karena walau cerita film ini membuat aku bingung mau berkata apa setelah menonton, tapi ada banyak pertanyaan yang tidak terjawab (atau memang dibiarkan seperti itu) :

1. Apa benar mantan istri Daigo meninggal karena kecelakaan? Entah kenapa aku ragu. ๐Ÿ˜ญ

2. Sosok kakek tidak pernah muncul lagi sampai akhir, di mana si kakek? Apa masih di rumah sakit?

3. Katanya bukan Hikari yang membunuh temannya, lalu siapa?

4. Ke mana orang dewasa di scene akhir (selain Koharu dan Daigo)?

5. Kalau memang keluarga mereka bersalah, kenapa Daigo masih diizinkan kembali ke sekolah untuk vaksinasi?

Akting ketiga pemeran utama yaitu Tsuchiya Tao, Tanaka Kei, dan COCO-chan sangat baik. Andai saja mereka bisa dipertemukan sebagai keluarga yang bahagia... in a normal way. 

Walau ini adalah film pertama bagi COCO tapi ia bisa merespon akting Tao dan Kei dengan baik! Salut๐Ÿ™

Dan tentu saja, walau mungkin ini bias karena saya penggemar mbak Tao, tapi tepuk tangan untuk akting Tao di sini yang bikin perasaan naik-turun. Apalagi pas senyum hampa (???) di scene interogasi Hikari soal makanan, sama baca surat dari temen Hikari... lebih serem dari pas di film Kasane. ๐Ÿ˜ญ Syukurlah setelah tiga kali nolak ambil film ini, akhirnya diambil juga ya๐Ÿ˜ญ๐Ÿ™

Demikian bacot saya setelah selesai nonton "The Cinderella Addiction" alias "Aishuu Cinderella". Terima kasih Santa Barbara International Film Festival yang sudah menayangkan film ini!

Senin, 15 Maret 2021

Kaca Pembesar Ajaib

Hari ini adalah hari yang indah untuk ke toko buku. Aku sadar ada banyak buku yang belum selesai aku baca, karena itu hari ini aku (sebenarnya) hanya ingin mengekor di belakang papa yang sibuk memilih buku Birokrasi. Tapi apa yang aku lihat di hadapanku membuatku tertegun.

Seorang bapak; kira-kira berusia 40-50an sedang berdiri dengan memegang buku dengan tangan kanan, dan tangan kiri memegang sebuah benda berbentuk persegi dengan lensa di bagian tengahnya. Apakah itu kaca pembesar? Tapi kaca pembesar yang selalu aku lihat di televisi atau cerita detektif selalu seperti ini.

Beberapa keywords kugunakan untuk mencari kaca pembesar yang mirip... kaca pembesar kotak, kaca pembesar persegi, square magnifying glass, sampai kaca pembesar pengukur kadar emas. Yang terakhir jelas karena iseng, yaa... siapa tahu ada yang mirip kan? Tapi usahaku nihil, tidak ada yang menyerupai benda itu.
Aku tertarik untuk melihat judul buku yang diletakkan bapak itu setelah selesai dibacanya, tapi dasar aku yang tidak mengerti politik, buku itu akhirnya kukembalikan lagi ke posisi semula. Aku memang lebih cocok dengan cerita bergambar, kumpulan puisi, atau dengan buku-buku motivasi yang kukumpulkan akhir-akhir ini yang memberiku rasa tenang hanya dengan melihat lembar depannya saja.
Dan hari yang indah di toko buku berakhir dengan papa, dan juga aku, yang mebeli dua buah buku dengan cover yang kusuka. hehehehee.

Di dalam mobil sepulang dari toko buku, aku yang masih penasaran dengan benda di tangan kiri pria itu bertanya pada papa, "Pa, tadi liat orang di toko buku yang duduk di lantai terus ditegor sama penjaga ga?"
Dengan pandangan masih terpusat di jalanan, papa menjawab, "Iya yang tadi itu..."
"Tadi bacanya pake kaca pembesar ya, pa?"
"Iya ya, kenapa ngga pake kaca mata ya?"
"Lah iya, kenapa ya?"
Pertanyaan lain muncul lagi, padahal pertanyaanku yang sebelumnya belum terjawab. Hal yang bisa kusimpulkan yaitu bapak-bapak tadi begitu suka membaca. Karena itu huruf yang mungkin tidak terlihat jelas, atau mungkin terlihat namun kecil, tidak menghalangi dirinya untuk membaca buku. 
Dan kaca pembesar yabng terlihat asing bagiku itu... akan kusebut kaca pembesar ajaib! Seperti benda-benda ajaib yang keluar dari kantong Doraemon! Lalu apakah bapak itu Nobita? Hmm...
Hah... aku harus segera membaca semua buku yang aku beli...