Fly to who you areSelena Gomez : Fly to Your Heart
Climb upon your star
You believe you'll find
Your wings
Fly
Pagi hari tiba terlalu
cepat, mengakhiri waktu tidurku yang akhir-akhir ini semakin terbatas. Aku
meraba pipiku yang terasa agak panas, ya bersemu merah lagi karena mimpi indah
yang kualami. Ahh… hari yang baru. Apa yang menantiku hari ini?
"Din... Bangun. Kuliah jam berapa
hari ini?" Bunda mengetuk pintu kamarku sambil mengatakan kalimat yang
sama setiap kali Ia membangunkanku.
"Udah bangun kok, Bun..."
kataku membuka pintu sambil menguap dan melanjutkan, "lagian hari ini
kuliahnya jam sepuluh..." saat Bunda hendak melontarkan nasehatnya untuk
cepat-cepat bersiap agar tak terlambat.
“Ya sudah. Cepat turun terus sarapan
ya,” kata Bunda lagi lalu berjalan menuruni tangga.
“Iya, Bun,” sahutku. Tapi alih-alih
bersiap-siap untuk ke kampus, Aku malah merebahkan tubuhku lagi ke kasur
kesayanganku, menarik sebuah diary yang kusimpan di bawah bantal, dan menatap
foto yang terselip dalam diary itu.
‘Selamat ulang tahun, Ga. Aku berdoa
semoga kau bisa segera menyadari kehadiranku. Doa yang agak egois, ya? Tapi…
boleh kan kalau aku sedikit egois?’ kataku dalam hati sambil menatap foto itu lekat-lekat.
Sudah hampir empat tahun dan aku masih
tidak bisa melupakannya. Aku masih ingat bagaimana pertemuan kami pertama kali.
Kursi taman, berbagi es krim, hmm… terlihat seperti kencan bukan?
Tapi yang terjadi selanjutnya tak
semanis mimpi-mimpi yang membuat pipiku bersemu merah saat aku terbangun.
Hubungan kita hanya sebatas teman, tak akan pernah lebih. Apakah aku pantas
untuk merasa cemburu? Hari inipun aku masih menanyakan hal yang sama, saat
melihat jemari yang kusukai itu saling bertaut dengan jemari yang lain. Ya, kau
melewatkanku lagi.
*****
Bila mimpi tentangmu adalah hujanBiarlah Aku menari di bawah percikannya dan tak pernah terjagaBila mimpi tentangmu adalah sayapBiarlah Aku terbang, berdiang di atas awan dan tak pernah menapak bumiKarena mencintaimu... adalah sebuah mimpi indah yang tak pernah ingin ku akhiri
“Puisi lagi…” kata Angga sambil
mengibas-ngibaskan sebuah amplop berwarna biru langit yang terselip di antara
celah lokernya. “
“Ya… Kurasa begitu,” sahutku pendek.
“Aku heran. Kenapa orang ini selalu
mengirim surat di hari Jumat? Memangnya ada yang spesial dari hari ini?”
tanyanya lagi sambil membolak-balik amplop itu.
“Entahlah, mana aku tahu,” jawabku
lalu menutup loker dan berlalu dari hadapannya.
“Hmm… Pasti Rara. Siapa lagi coba
selain pacarku yang paling cantik itu. Iya kan, Din?’
“Aku kan udah bilang ga tahu! Maksa
banget sih!” kataku berang. Itu tulisanku! Itu puisiku! Bagaimana bisa gadis
bodoh seperti dia menulis puisi?
Ya! Bagaimana bisa gadis sebodoh dia
menulis puisi? Aku masih ingat bagaimana Rara mengaku-ngaku kalau puisi itu
ditulis olehnya. Dan yang tak kalah bodohnya, Angga malah percaya pada bualan
gadis jahat itu.
“Hei! Kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini
marah-marah terus,” tanyanya bingung.
“Aku…” aku menatap matanya, mencoba
mengatakan semuanya. Tapi yang terlontar dari mulutku hanyalah kata, “lupakan…”
lalu pergi meninggalkan Angga yang menatapku dengan tatapan yang tak bisa
kuartikan.
Dan begitulah. Lupakan. Kata yang
sebenarnya lebih kutujukan pada diriku sendiri. Lupakan dia, Dina. Berhenti
mengiriminya puisi setiap hari jumat. Berhenti mencintainya. Berhentilah…
Jonatha Brooke : Be TrueBe true, true to yourself and you'll be magic
Be kind, believe in others
help and you'll make magic
*****
I'm just Tinker Bell that will never be WendyYou just have to say, "I do not believe in fairies..." then I will actually dissappear from your lifeI'm just Tinker Bell that will never be WendyBut I'll still love you, in a place you never think is there.
Aku menyenandungkan lirik asal-asalan
yang kuciptakan setelah menonton film Peter Pan. Sesaat aku merasa seperti
Tinker Bell, peri kecil yang terus mencintai Peter tapi tak pernah mendapat
balasan. Tapi bedanya Tink lebih kuat dariku. Ia terus mendukung Peter dengan
tulus walaupun ia hanya bisa memiliki Peter sebatas seorang sahabat. Bisakah
aku setulus itu?
Sudah seminggu aku tak
berbicara dengan Angga. Aku memang sengaja menghindarinya. Aku tak ingin terus
menerus bertahan pada harapan palsu yang kuciptakan sendiri. Aku harus berusaha
melupakannya. Tapi bumi sepertinya tak pernah berhenti berputar dalam galaksi
Angga. Ia terlihat biasa-biasa saja. Masih tertawa-tawa dengan pengirim puisi
palsu itu. Ia masih bisa bahagia, bahkan tanpa kehadiranku.
“Apakah kau sudah melupakanku?” kataku
lirih sambil menatap dirinya yang tertawa bahagia.
I wanna fly as high as the skySpend the pixie dust that I have, then forget youBut it was difficultCould I be with you much longer?
Aku tak sanggup lagi melanjutkan
nyanyianku. Mataku mulai berkabut, air mataku mengalir saat aku mengingatnya. Inikah saat yang tepat untuk melupakannya?
Apakah kau pernah mendengar dongeng tentang Peter Pan?Pasti ya...Tapi pernahkah kau mengingat peri kecil yang bersinar mengelilinginya?Ya, itu Aku.Akulah Tinker Bell.Dan kau adalah Peter Pan.Aku selalu terbang mengelilingimu,Menemanimu.Namun... Kini kau melupakanku.Peter Pan bukan anak-anak lagi.Ia mengenal cinta dan tumbuh dewasa.Perlahan cahayaku mulai meredup.Aku tak sanggup lagi terbang dengan debu pixie.Kau tahu kenapa?Karena kenangan bahagia yang ku miliki mulai memudar, kenangan tentang kebahagiaanku denganmu.Apakah ini saatnya Tink menghilang dari kehidupan Peter?Kurasa ya.
Aku menyelipkan kertas tersebut di loker Angga. Ya... Aku harus melupakannya. Hari ini dan seterusnya, aku harus menghilang dari hidupnya.
*****
If you follow, follow the voice in your heartKatharine McPhee : Let Your Heart Sing
Always know that’s how to find who you are
So hold on, never let go of your dreams
You’ll see the magic, believing is where it begins
Life is a beautiful thing
Let your heart sing
(Let your heart sing, let your heart sing, let your heart sing)
“Apakah kau tahu? Bahkan Peter Pan bisa saja mencintai Tink.”
“Setiap kali orang dewasa berkata ‘Aku tak percaya bahwa peri itu ada…’ aku akan berlari ke tempat kau berada dan berteriak sekencang-kencangnya ‘Aku percaya peri itu ada!.”
Aku membaca kalimat
terakhir yang ditulis Angga di buku hariannya sambil tersenyum pahit. Sudah
tiga tahun aku tak bertemu dengan Angga. Dan apakah kalian tahu? Angga, yang
selama ini kukira tak pernah menyadari perasaanku, ternyata mencintaiku lebih
dari yang kutahu. Setidaknya itulah yang bisa kucerna dari buku harian yang
ditinggalkannya di dalam lokerku di hari sebelum kelulusan kami.
Angga selalu mengamatiku
yang senang menghabiskan waktu di taman dekat rumah, tapi tak pernah berani
menghampiriku. Sampai akhirnya ia
melihatku menangis, dan dimulailah perkenalanku dengan Angga.
Hanya sebatas sahabat,
tak lebih. Dengan status seperti inilah Angga terus mencintaiku. Ia jelas-jelas
tahu siapa yang mengirim puisi setiap Jumat. Pertemuan kami pertama kali adalah
hari jumat. Jadi siapa lagi yang menulis puisi ini selain aku?
Ia sengaja memanas-manasiku
dengan pacaran dengan Rara. Tapi semuanya berakhir setelah aku mulai
menjauhinya. Angga terus berusaha untuk mengatakannya padaku. Tapi kecemburuan
telah membutakan mataku dan semuanya menjadi terlalu terlambat bagiku.
"Kak!!" aku tersadar dari lamunanku karena teriakan gerombolan anak kecil yang berlari-lari kecil menghampiriku.
"Hei!" sapaku riang lalu memeluk mereka semua.
"Hari ini cerita lanjut cerita Tinkerbellnya lagi dong, kak..." celetuk Shinta.
"Lagi? Memangnya ga bosen?" tanyaku pada mereka dan dibalas oleh gelengan kepala sambil tertawa bersemangat.
"Hmm... Oke hari ini kakak ceritain tentang Tinkerbell lagi..."
"Horeeee!!!"
"Tinkerbell adalah seorang peri kecil. Suaranya seperi dentingan lonceng dan selalu terbang mengelilingi Peter Pan sahabatnya menyerupai benda kecil yang bersinar. Ketika
seorang bayi tertawa untuk pertama kalinya, tawanya pecah menjadi
ribuan bagian dan semuanya pergi sambil berlompat-lompat, dan itulah
awal dari peri..." kataku memulai.
"Jadi Tinkerbell itu betul-betul ada, kak?" tanya Donny disambut oleh anggukan teman-temannya.
"Hmm..." aku memutar bola mataku dan berpikir sejenak, "Itu..."
"Kak Dina... Kak Dina... Ada yang kasih ini ke Kak Dina," tiba-tiba kata-kataku terpotong karena teriakan Audy yang berlari ke arahku dengan es krim di tangannya.
"Es krim? Dari siapa?"
"Dari kakak yang disana... Katanya namanya Peter Pan." jawab Audy polos.
"Peter?" tanyaku bingung lalu mengalihkan mataku ke tempat 'Peter Pan' yang ditunjuk Audy, dan seketika tubuhku mematung.
"Hei... Berminat untuk terbang ke bintang kedua ke arah kanan, dan lurus sampai pagi menjelang?" katanya sambil terkekeh lalu menarikku dalam pelukannya. "Kangen sama Peter Pan, Tink?"
"Bodoh..." jawabku lalu membalas pelukannya.
The second star to the right... Shines in the night for you
To tell you that the dreams you plan
Really can come true
(Peter Pan Ost.)The second star to the right... Shines with a light that's rare
And if it's Never Land you need
It's light will lead you there
Twinkle, twinkle little star... So I'll know where you are
Gleaming in the skies above
Lead me to the one who loves me
And when you bring him my way
Each time we say "Goodnight"
We'll thank the little star that shines
The second from the right