Minggu, 30 Januari 2022

Aku ingin makan seblak.

Akhir-akhir ini seblak jadi makanan yang aku sukai. Alasannya karena selain harganya murah dan enak, ada kesenangan sendiri bagiku saat makan seblak yang kaya bumbu dan pedas. Di ujung hari yang melelahkan dan membuat stres, aku sering menemukan diriku yang ingin makan seblak. Seperti Dejavu. Tapi aku terus mengingatkan diri agar tidak sering makan itu karena takut terkena kolesterol akibat konsumsi minyak berlebih... Terlalu banyak makan yang tidak sehat, aku takut terserang penyakit.

Oke lalu tulisan ini maksudnya apa? Apa aku cuma mau curhat ingin makan seblak? Ada benarnya sih... walau tujuan awalku sebenarnya ingin menulis tentang buku yang baru saja selesai aku baca. Judulnya, "I want to Die but I want to Eat Tteokpokki."

 


"Aku ingin mati, tapi aku ingin makan Tteokpokki," dari judul tersebut aku melihat dua kata yang berlawanan yaitu 'mati' dan 'makan'. Aku tidak percaya zombie, jadi menurutku orang yang sudah mati tidak bisa makan lagi. Yah... Aku belum pernah mati sih, jadi jangan terlalu percaya dengan apa yang aku tulis (wkwkwwkk). Tapi pernahkah kamu berpikir ingin mati? Di masa sekarang saat pandemi masih terjadi dan ada saja manusia yang mati setiap hari, membuatku tidak bisa dengan mudah mengungkapkan bahwa aku ingin mati walau hanya di media sosial. Bahkan berkata jujur saja menakutkan, orang-orang di balik keyboard bisa dengan mudah menyerangku dengan kata-kata yang mereka pikir benar... Hah, tapi pernahkah aku berpikir ingin mati?

Tentu pernah, tapi sekarang aku tidak lagi berpikiran ingin mati karena suatu hari aku juga akan mati. Lalu, apakah aku harus hidup dengan berpikir bahwa suatu saat aku akan mati?

Kenapa dari tadi aku hanya memusatkan pikiran pada kata 'mati' padahal aku masih bisa lanjut 'makan'.

Jujur (oke ini jujur) saat aku membaca judul buku ini, aku merasa bahwa ini adalah judul yang konyol. Bukannya Tteokpokki bisa mudah didapat di Korea Selatan sana? Oke lagi-lagi jangan percaya apa yang aku katakan, soalnya aku belum pernah ke Korea Selatan (wkwkwkwwkk). Tapi aku menyesal setelah memiliki pikiran seperti itu karena layaknya masuk ke kolam berisi air, aku hanya berada di bagian dangkalnya saja. Jika aku masuk ke bagian lebih dalam dan berpikir lebih baik, aku sadar bahwa (lagi-lagi kata) mati bukan sesuatu yang bisa diremehkan. Karena meremehkan kematian sama halnya dengan meremehkan kehidupan.

Jadi, aku memutuskan untuk menghargai judul buku ini dan isi di dalamnya.

Mulai dari cover, aku sangat suka warna ungu yang menjadi warna utama buku ini. Warna yang cantik. Lalu ada seorang perempuan yang rebahan menyamping yang bikin aku kepikiran, 'apa dia lagi overthinking?' Oh, mungkin dia lagi mikir mau mati tapi masih pengen makan Tteokpokki... Hah, ngawur. Tapi ada kalimat tanya di bawah gambar si perempuan yang rebahan tadi, hal yang baru aku perhatikan bahkan setelah selesai membaca buku ini.

"Katanya mau mati, kenapa malah memikirkan jajanan kaki lima? Apa benar kau ingin mati?"

Tuh kan... Bukan aku saja yang berpikir kalau judul buku ini konyol. Bahkan penulisnya saja begitu🥲 Eh tapi ga apa-apa, kan dia mengkritik diri sendiri (???). Aku nggak merhatiin tulisan ini soalnya (mulai deh alasan) aku keburu seneng ngeliat buku ini di-review sama dokter kesukaan aku, dr. Jiemi Ardian, Sp. KJ. Aku pikir, 'Wahhhh... dokter Jiemi udah baca buku ini! Aku harus baca!' Alasan yang simple ya kan? Semoga hal-hal sederhana seperti ini bisa mengarahkan aku ke hal-hal baik lainnya.

Buku ini ditulis oleh Baek Sehee dan diterbitkan di Indonesia oleh Penerbit Haru. Hal lain yang aku suka dari buku ini yaitu halamannya yang tidak selalu menggunakan kertas putih, tapi selang-seling dengan warna merah. Apa itu mewakili warna Tteokpokki yang pedas? Di cover bagian belakang aku juga bisa menemukan gambar piring berisi sesuatu berwarna merah, mungkin itu Tteokpokki.

Isi buku ini sebagian besar menuliskan tentang proses konsultasi antara si penulis dengan psikiater yang ia datangi secara rutin. Awalnya penulis mencatat apa yang ia dengar dari psikiater setelah sesi konsultasi, namun ia beralih dengan cara merekam sehingga bisa dikatakan bahwa apa yang ditulis dalam buku ini memuat percakapan yang lengkap antar si penulis dan psikiater. Hal ini membuat aku sebagai pembaca bisa mendapat sedikit ilmu tentang kelainan mental apa yang dialami penulis, apa penyebabnya, dan bagaimana mengatasinya. Kadang aku merasa pernah mengalami kondisi yang sama, tapi lebih banyak aku merasa kayak, "Kok si penulis bisa mikir gitu sih?" Tapi karena aku tahu bahwa penyakit hanya bisa didiagnosa dan disembuhkan oleh ahlinya, maka aku tidak ingin mendiagnosa diri sendiri dari tulisan yang aku baca. Kalimat dari si Psikiater di halaman 152 menurut aku sesuai dengan pernyataanku ini.

"Itu karena anda baru saja mendengar penjelasan tentang hal itu maka anda merasa sepertinya hal itu cocok dengan gejala yang anda rasakan. Itu adalah salah satu jenis delusi."

Karena buku ini belum selesai dan aku belum membaca bagian keduanya, aku juga tidak tahu bagaimana harusnya aku menyelesaikan tulisan ini. Tapi yang aku dapatkan dari buku ini yaitu... bahwa sesuatu yang sederhana seperti makan Tteokpokki bisa jadi alasan penting untuk terus hidup. Tentu aku punya alasan untuk hidup selain ingin makan seblak, dan aku bersyukur karena aku punya banyak alasan. Aku ingin hidup lebih lama bersama keluarga, aku ingin bekerja bersama teman-temanku, aku ingin bertemu lagi dengan teman-teman lamaku setelah pandemi usai, aku ingin menemukan teman hidup, aku ingin membaca lebih banyak buku, aku ingin pergi ke tempat baru! Edinburgh! Aku tidak tahu alasan apa yang dimiliki orang lain, tapi aku harap kamu bisa berbahagia menjalani hidup.

"Tidak apa, orang yang tidak memiliki bayangan tidak bisa memahami cahaya."

Akhirnya, kalimat di bagian penutup buku ini adalah kalimat yang benar-benar menyentuhku. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang aku rasakan, tapi aku paham dengan kalimat di atas. Dan ajaibnya, aku merasa lebih baik. Buku ini, bukan hanya untuk penulis (halaman 190, paragraf terakhir), tapi juga untuk aku; berisi harapan. Dan seperti apa yang aku baca dari artikel Greater Good ;

“If you lose hope, somehow you lose the vitality that keeps moving, you lose that courage to be, that quality that helps you go on in spite of it all.”―Dr. Martin Luther King Jr.

("Jika Anda kehilangan harapan, entah bagaimana Anda kehilangan vitalitas untuk terus bergerak, Anda kehilangan keberanian, kualitas yang membantu Anda melanjutkan terlepas dari itu semua." Dr. Martin Luther King Jr.)

selama harapan masih ada, maka aku masih bisa melanjutkan hidup. Dan harapan tidak cukup tanpa keberanian.


Sabtu, 15 Januari 2022

Daftar Buku-buku (belom fix)

A

Adakah Orang Sepertiku

Ada Nama yang Abadi di Hati tapi tak bisa Dinikahi

A Gentle Reminder

Aku bukannya Menyerah hanya sedang Lelah

Aku hendak Pindah Rumah

Alasan untuk tetap Hidup

Apa yang Kita Pikirkan ketika Kita Sendirian

Atomic Habits

B

Baca Buku ini saat Engkau Gagal

Baca Buku ini saat Engkau ingin Berubah

Baca Buku ini saat Engkau Lelah

Baca Buku ini saat Engkau Patah Hati

Bejana Pikiran

Berani Bahagia

Botchan

C

D

Dallergut Toko Penjual Mimpi

Dare! A Book for Those who Dare to Change Their Lives

Dear Friends with Love

Duduk dulu

E

Ekspektasi Secukupnya Berusaha Sebanyaknya

F

Failure

G

Garis Waktu

Gratitude

Going Offline

H

Heaven on Earth

I

Insecurity is My Middle Name

I see you like a flower

I want to Die but I want to Eat Tteokpokki

I want to Die but I want to Eat Tteokpokki 2

J

Jangan Membuat Masalah Kecil jadi Besar

Jika Kita tak pernah baik-baik saja

Jika Kita tak pernah jadi apa-apa

Jika Kita tak pernah Jatuh Cinta

Jingga Jenaka

Jiwa Putih

K

Karena Puisi itu Indah

Kim Jiyeong Lahir Tahun 1982

Kupikir Segalanya akan Beres saat Aku Dewasa

L

Laut Bercerita

Loading Jodoh!

Love for Imperfect Things

Love Letters for The Future You

Love Spelled in Poetry

M

Maaf Tuhan, Aku hampir Menyerah

Manusia yang tidak Kedaluwarsa

Melepas Ranting Hati

Melihat Api Bekerja

Mengapa Luka tidak Memaafkan Pisau

Menghardik Gerimis

Mi saja yang Instan, Usaha jangan!

My Inner Sky

N

Never get Angry again

O

Orang-orang Rangkas Bitung

P

Perihal Cinta Kita Semua Pemula

Pick Me Up

Please Look after Mom

Q

R

S

Saman's Blood Note

Sebelum Sendiri

Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian

Segala-galanya Ambyar

Selalu Ada Pesan untuk saling Menguatkan

Self-Acceptance

Siapa yang Datang ke Pemakamanku saat Aku Mati nanti?

Sunyi adalah Minuman Keras

T

Tak mungkin Membuat Semua Orang Senang

Tentang Semua yang ada di Bumi

The Little Book of Life Hacks

The Loneliest Girl in The Universe

The Magic Library

The Midnight Library

The Night Serpent

The Strength in Our Scars

Tidak Ada New York Hari Ini

To Heal is to Accept

Tokoh-tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita

U

Unfu*k Yourself

Untuk Matamu

V

W

Waktu untuk tidak Menikah

What's so wrong about your life

XYZ


Sabtu, 08 Januari 2022

Buku Pertama di tahun 2022 : Going Offline, Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi

Tapi tentu saja cerita ini aku tulis secara online (LOL). Going Offline, Buku ini aku selesaikan kurang lebih dua bulan.

Sayangnya, karena terpotong jam kerja (walau kadang-kadang aku mencuri waktu untuk membaca buku ini), dan juga online (ya aku masih sempat online) jelas aku terdistraksi saat membaca buku ini dan butuh dua bulan untuk selesai dibaca. Awalnya, aku tertarik membeli buku ini di toko online Gramedia Manado karena judulnya (tentu saja). Sekaligus menantang diri kali ya, apa aku bisa engga online dalam waktu yang lama? Aku sadar aku perlu melakukan itu karena mataku mulai kabur dan sakit ketika menantap layar. Belum lagi kerjaanku akhir-akhir ini lebih banyak menatap layar komputer atau ponsel, tidak banyak aktivitas fisik yang aku lakukan tapi mata yang lelah membuatku ingin langsung beristirahat seusai jam kerja.

Walau kenyataannya aku tau kalau aku harus beristirahat, tetap saja aku menghabiskan waktuku derngan menggulir layar ponsel pintarku. Padahal tak ada yang penting di sana. Belum lagi aku melakukan hal tersebut dengan posisi tiduran, cahaya minimal yang asalnya hanya dari lampu kedap-kedip (lampu pohon Natal itu loh... apa sih namanya?), ya jelas aku ngga tidur-tidur. Kebiasaan buruk yang harus aku hentikan sebelum akhirnya aku harus menyerah dan memakai kaca mata.

Dengan niat seperti itu, aku membeli buku ini dan mulai membacanya. Maaf, tapi awalnya, penggunaan kata 'gawai' sempat mengganggu bagi aku, Aku mikir apa sih? Kok ga make istilah yang umum  digunakan saja? Jadi aku pun mengecek arti dari kata tersebut di aplikasi kbbi, yang artinya "alat". Memang semua benda yang berguna bagi manusia bisa disebut sebagai alat, tapi yang dimaksud dalam buku ini adalah alat yang memudahkan aktivitas manusia seperti ponsel pintar. Apa saja bisa dengan mudah kita dapat lewat ponsel di genggaman kita, mulai dari hiburan, makanan, transportasi, pengetahuan, apa saja!? Jadi, karena dimanjakan dengan segala hal yang disediakan oleh ponsel pintarku itu, ponselku itu sendiri sudah jadi kebutuhan yang tidak bisa aku lepas. Aku pernah mendapati diriku uring-uringan karena pesan yang tak kunjung dibalas. Kemudian aku mulai mempertanyakan apa salahku, apa diriku tidak pantas. Sangat disayangkan karena akau menimbang nilai diriku sendfiri di atas sebuah benda yang tidak berdaya jika tidak kuisi baterainya. Ini juga harus kuhentikan.

Aku juga terganggu dengan penyusunan paragrafnya yang tidak rata kiri-kanan. Iya aku bisa terganggu karena hal seperti itu. Makanya aku sempat berhenti membaca buku ini setelah beberapa halaman saja. Syukurlah aku berniat untuk merampungkan buku ini dan tak menyesal karena kalah dengan perkara rata kiri-kanan. Oh, aku juga ngga sempurna, kenapa aku harus menuntut kesempurnaan dari sebuah tulisan?

Hahahaha... aku menertawakan diriku yang baru saja ingin meraih ponsel yang bahkan tidak berbunyi, untung aku sempat sadar dan melarang diriku sendiri.

Lalu apa saja yang aku dapat dari buku ini?

1. Kehadiran diriku di dunia ini adalah karunia.

Seringkali aku berada di suatu tempat tapi tidak hadir di sana. Pikiranku entah ada di mana, mungkin sedang memikirkan hal tidak perlu, cemas, "gimana kalo...?", macam-macam. Belum lagi mata dan jariku, sibuk dengan ponsel yang ada dalam genggaman. Aku pernah ditegur seorang teman karena sibuk dengan ponsel saat diajak minum kopi. Hal yang seharusnya tidak aku lakukan dalam hubungan pertemanan. Yang namanya hubungan tentu perlu interaksi, sayangnya aku sibuk dengan layar yang sebenarnya sama sekali tidak berinteraksi denganku dan mengacuhkan orang-orang yang benar-benar ada di sekitarku. Tentu aku tidak harus selalu menimpali omongan orang, tapi seharusnya aku tidak melewatkan apa yang perlu aku dengar.

"Sungguh memprihatinkan. Karena kita melekat erat pada ponsel pintar kita dalam rangka ingin terus terhubung, kita dengan bodohnya mengabaikan keterhubungan yang nyata dan berharga yang dapat kita jalin." - halaman 9.

2. Tubuhku adalah tanggung jawabku

Termasuk pikiran, emosi, kata-kata dan hal yang aku lakukan. Juga kebahagiaan, luka, energi negatif dan positif yang datang dan pergi. Semuanya ada dalam kontrolku, dan aku harus sadar dan sehat untuk melakukan itu.

Dan, "Pilihan-pilihan kitalah yang menentukan apa yang kita undang dan tarik ke dalam pikiran dan hidup kita." - halaman 165.

"Pikiran tidak tertib menghasilkan pemikiran tidak tertib, yang membuat rencana dan aksi tidak akan terlaksana dan ide-ide tidak terwujudkan. - halaman 234. Karena itu penting untuk memelihara pikiran, membuatnya bertumbuh dengan mengisi pikiran itu dengan hal-hal baik.

3. Cara paling baik untuk menghadapi hidup adalah memiliki pengetahuan yang cukup tentang diri sendiri

Dalam buku ini, Desi Anwar menulis,

"Bila saya sadar setiap kali merasakan emosi yang kuat itu- dan biasanya disertai dengan gejala fisik yang menonjol seperti meningkatnya debar jantung, rasa tercekat di tenggorokan, rasa mulas di perut, rasa panas di kepala, peluh di kening--- saya memastikan untuk mengawasi perasaan itu dengan saksama. Saya katakan pada diri sendiri, "Ini nih kemarahan sedang datang berkunjung." Itulah tamu tak diundang yang berpotensi destruktif. Biarkan saja dia masuk dan mengeksplorasi sejenak, tetapi berhati-hatilah agar ia tidak  mengambil alih seluruh rumah..." - halaman 139.

Bila aku belajar tanda-tanda dan hal apa saja yang menjadi tuas yang menyalakan amarahku, mungkin aku bisa mengendalikan emosi dan tidak berakhir dengan menyesal. Tahun lalu ada kejadian yang membuatku benar-benar menyesal, kenapa aku harus menangis di depan orang yang bahkan tidak menghargai aku? Aku menyesal kenapa aku tidak punya cukup kesadaran untuk mengontrol emosiku dan tidak menangis bahkan berteriak padanya. Tentu dia bersalah dan melukai hatiku, tapi seharusnya aku bisa menghadapinya dengan lebih baik dan lebih kuat. Lalu aku mulai menyalahkan diri karenanya. Syukurlah, aku belajar. Kalau tidak, tak ada yang aku dapatkan selain rasa malu karena 'meledak' saat itu.

Ada banyak kalimat yang aku sukai dalam buku ini tapi tentu tidak bisa aku tulis semuanya. Maka, ada baiknya bila kalian penasaran, baca dan temukan kalimat-kalimat yang cocok untuk dirimu sendiri dan membuatmu bersyukur karena memilih untuk menyediakan waktu untuk 'Going Offline'.

Sabtu, 01 Januari 2022

Time, mysterious, after all, always. (Waktu adalah misteri, setelah sekian lama, selalu). [AWAS SPOILER]

Aku bukan peramal, jadi aku tidak akan pernah tahu bahwa hari pertamaku di awal tahun 2022 akan begitu sibuk. Sayangnya, kesibukan itu berasal dari layar ponsel pintar yang aku punya... saat ini pun benda itu masih ada di depanku, memutar "Harry Potter 20th Anniversary - Return to Hogwarts" untuk kali kedua. Ahh... video ini adalah hal yang paling aku nantikan sejak lama. Apalagi kembalinya golden trio dalam satu layar merupakan sesuatu yang langka untuk dilihat. Walau aku menulis 'sayangnya', bukan berarti aku kecewa atau menyesal menonton ini, hanya saja aku harap aku punya kekuatan lebih untuk berinteraksi secara langsung dengan orang-orang di lingkungan tempat aku 'berada' (kecuali keluarga tentu saja, karena mereka ada dan aku ada di sini bersama mereka) dan mengucapkan lebih banyak 'selamat tahun baru', kekuatan dan kegembiraan yang sama yang aku tumpahkan dengan begitu meluap seperti yang aku ungkap lewat thread panjang di Twitter keduaku tentang #ReturnToHogwarts, yang begitu mengagetkan karena mendapat banyak respon dan love. Aneh, ini membuatku takut. Aku takut terserap dalam keramaian yang ditujukan linimasa itu untukku. Aku takut terlena dengan bunyi notifikasi yang terus masuk dan menggodaku untuk merespon itu semua. Baiklah, aku mulai meracau tidak jelas. Padahal tadi aku mau menulis tentang 'Harry Potter Reunion' tapi ini jadinya nyasar jauh sekali.
Baiklah, ayo fokus.
Sebelumnya aku berterimakasih pada teman online-ku Bry yang membuatku ingat lagi kalau aku punya janji untuk lebih rajin menulis jurnal harian dan blog. "Kembali menulis ciel," tulisnya, membalas pembaruan goodreads yang secara otomatis masuk ke akun twitter utamaku. Oh, kita sudah lama tidak berinteraksi, aku tidak tahu apa alasannya tapi itu terjadi begitu saja. Aku harap kamu baik saja, apa masih di Jogja? Ahh... aku ingin ke Jogja. Aku dengar akhir-akhir ini klitih merajalela dan merasa takut karenanya, tapi aku tetap ingin ke Jogja lagi.
Kembali ke topik. Mata adalah karunia luar biasa yang diberikan Tuhan yang bukan hanya satu melainkan dua sehingga aku bisa memerhatikan hal dengan lebih jelas. Dengan dilengkapi kecerdasan teknologi bernama Google Lens, aku bisa mengetahui apa yang aku lihat dari mataku di scene pertama video tersebut; London.

Foto dari Quora : https://www.quora.com/Why-does-London-matter-to-the-world-in-2020

Jembatan dengan dua tiang yang terlihat seperti kembar yang berdiri di atas sungai, aku tebak itu adalah London Bridge dan aku hanya sedikit keliru. Dari penelusuranku, jembatan itu bernama Tower Bridge (yang juga disebut London Bridge, tentu saja), dan sungai tempat jembatan itu berdiri bernama sungai Thames. Selanjutnya, bangunan unik beerbentuk apa itu... kerucut? dengan lampu di ujungnya juga menarik perhatianku. Jadilah aku mencari 'bangunan kerucut di London', yang membuatku sekali lagi kagum dengan teknologi. Nama bangunan itu The Shard. Lihat betapa cantiknya The Shard di saat malam, bersama kelap-kelip lampu di kota London di sekeliling.

Sumber : https://www.theviewfromtheshard.com/

Scene berganti dan menunjukkan jalanan kota dengan lampu-lampu hias, ada yang bisa memberitahuku jalanan mana saja yang ditunjukkan di video tersebut? Aku tidak ingin berlama-lama karena selanjutnya Emma Watson ---Hermione akan segera muncul. Di mana? Oh, kayak ga kenal Miss Granger saja. Dia ada di toko buku! Musim dingin belum usai dan pohon Natal yang masih diletakkan dalam toko buku menyisakan keajaiban Natal di bulan Desember. Emma meraih buku yang tidak bisa aku baca judulnya dari rak, kemudian scene berganti lagi. Kali ini di sebuah kedai kopi.
Ahhh... itu Hagrid! Ya, Robbie Coltrane, pemeran Hagrid. Seorang pelayan baru saja meletakkan secangkir kopi pesanannya di atas meja. Aku jadi ingat gelas besar berisi... teh? yang ia sajikan untuk Harry dan Ron (apa ada Hermione?) di Hagrid's Hut. Pergantian scene terjadi lagi, dan di dalam taksi, pemeran Neville, Matthew Lewis muncul.
Jam dinding berdentang, waktu, ini pukul 00.00. Oke aku akan meminta maaf sebelumnya karena aku akan menyebut para pemeran di Harry Potter dengan nama karakter mereka saja (setelah menyebut nama asli mereka tentu saja) karena aku merasa lebih nyaman bercerita seperti itu.
Jam menunjukkan pukul 00.00, secara ajaib (ini sihir!) sebuah amplop muncul di samping cangkir kopi si atas meja tempat Hagrid duduk. Oh, amplop berwarna krem, dengan cap merah, dan lambang Hogwarts, tentu kamu tahu itu surat dari mana. Amplop selanjutnya muncul di dalam buku (another magic!) di tangan Hermione, dan juga di tumpukan barang di kursi sebelah Neville (whoaa). You know, aku mulai berkaca-kaca saat melihat nama mereka --- beserta tempat mereka secara detail tertulis (taksi hitam dan terjebak macet :") ahhh ini kayak ngingetin aku ke kamar Harry, Privet Drive, di bawah tangga). Saat ini aku mengetik dengan mata berkaca-kaca juga. :")
Peron 9 3/4 yang melegenda muncul setelahnya, dan Hermione, yang sudah mengganti gaya pakaiannya lengkap dengan topi, mantel dan boots berlari tidak sabaran menuju Hogwarts Express. Sosok lain muncul dengan wajah tertutup "Daily Prophet Special Edition", kalimat "HOGWARTS WELCOMES BACK ALUMNI" tercetak besar-besar di halaman depan. Awalnya aku tebak sosok di balik koran itu adalah my dear Evanna "Luna Lovegood", tapi Evanna sudah ada di kereta bersama Bonnie Wright (Ginny). Ternyata itu si Bellatrix Lestrange, the crazy b. Aku menyesal mencoba memaksa mataku untuk membaca tulisan kecil-kecil di Daily Prophet, terima kasih karena Helena Bonham Carter membuangnya dan membuatku menyerah untuk melanjutkan usahaku.
Asap mengepul keluar dari cerobong dan Hogwarts Express melaju di atas rel menuju stasiun selanjutnya (apakah nama stasiun itu?). Para penumpang terdiri dari keluarga Weasley (Mr. Weasley, Fred and George, Ginny, dan Hermione tentu saja), Luna, dan Sirius juga Draco (dari nama yang tertulis di dua koper). Lalu, kastil itu muncul dan Hedwig's Theme mengalun. Hermione kini sudah tiba di Great Hall dimana yule ball sedang berlangsung, dan berlari senang saat menemukan wajah familiar. Itu Tom Felton, Draco Malfoy, yang langsung dipeluk sama Hermi :")
Banyak hal terjadi setelahnya. Nama pemeran Harry Potter muncul di layar, tokoh utama dilengkapi dengan hiasan di sekitar nama mereka lengkap dengan asrama tempat karakter mereka berasal. Dean Thomas (yang makin ganteeeng) muncul kemudian dengan gelas kaca (apa isinya anggur?) terlihat cocok berdiri di samping Luna (oh aku ga pernah mikir aku bakalan bilang ini). Hermione memeluk Hagrid (andai saja golden trio bisa melakukannya bersama-sama, memeluk Hagrid, tapi ngga apa-apa karena sudah diwakili sama Hermione).
'WIZARDING WORLD, Harry Potter 20TH ANNIVERSARY RETURN TO HOGWARTS' muncul di layar. Ini baru saja dimulai.
DANIEEEEL MUNCUL! Apa itu Diagon Alley? Sesaat setelah Daniel Raddclife, pemeran Harry Potter muncul, sang narator mulai bercerita tentang 'The Boy Who Lived'.
"Kisah itu begitu hidup..." kata David Heyman, produser dari Harry Potter, yang adalah benar karena kisah ini masih hidup hingga usianya yang ke-20 tahun. Robbie Coltrane berkata kisah ini mungkin dapat ditonton hingga 50 tahun ke depan, walau mungkin ia sudah tiada (oh my bad I'm crying again)... tapi Hagrid akan ada di sana. Well, there's no Hogwarts without Hagrid, right?
It will be a long long story, longer than my thread in twitter if I write everything that they said in the interviews (karena setelah semuanya, ngga mungkin menceritakan semua pengalaman dan cerita mereka tentang 7 buku dan 8 seri film Harry Potter di sini. Oh mungkin sih... kalau aku bertekad) and I will be tired to write and you will tired to read, jadi better if you watch it X"D Tapi aku akan menyalin isi thread perasaanku, alias my first impression setelah selesai menonton video reuni ini, in case kita ga followan di akun keduaku itu. Jadi, here it is :


"I don't know how to put it into words. Aku bahagia, terharu, takjub, campur aduk deh nonton ini. "Waktu itu misterius," kata Albus Dumbledore, dan pinjem katanya Anne - yang baru aku kenal kemarin lewat space WWZ (and I adore her very much!) ; adalah benar.

Sudah 20 tahun sejak kisah anak berkacamata bernama Harry Potter dikenalkan kepada aku, dan muggleborn lainnya dan magically, kisah anak ini memiliki tempat istimewa bukan hanya bagi setiap penggemarnya, tapi juga buat orang-orang yang bekerja untuk mewujudnyatakan cerita ini jadi 8 seri film. Jarang bagi aku memerhatikan sesuatu sebegitu detailnya makanya aku ngga tahu tentang pergantian sutradara yang menyesuakin tema dari film itu sendiri. Masa kanak-kanak, coming of age, menuju dewasa, dan ending, semua dilalui dengan sutradara yang berbeda-beda.

Lalu, pas beberapa pemeran dapat surat dari Hogwarts (beserta detail tempat mereka berada saat itu) ga tau kenapa aku terharu😭 Baru scene awal aja mo nangis.

Kemudian ngeliat keluarga Weasley ngumpul lagi di The Burrow, serta perbedaannya dengan keluarga Malfoy, apa ya... I always knew that, the Weasleys... adalah keluarga yang hangat dan menyenangkan. Aku pernah baca kalo pemeran Mr. Weasley selalu nanya hal berbeda ke Harry jadi pertanyaan yang terlontar tuh ga selalu, "Apa fungsi rubber duck?"

Trus Fred dan George yang pas baca Novel dan relate gitu (apa gimana sih nyampeinnya😭👍) tapi pas ke audisi mereka baru kepikiran beli baju sama saat itu juga (ha?)

Yang bikin aku salut juga yaitu cerita di balik scene keluarga Malfoy. Buat aku yang ga pernah nonton bts Harry Potter, aku ga tau kalo ada scene di mana tongkat ularnya Lucius tuh (yang katanya tajam) kena gitu ke tangan Draco dan abis scene ini si Tom dah berkaca-kaca karena ya sakit lah! Terus pemeran bapaknya ini ya meluk dia. Aku salut sama Tom (ya dia aktor, tapi juga anak-anak???) bisa nahan air matanya biar ga nangis saat itu juga.

Aku rada kecewa pas nama Evanna tuh ngga dimunculin pake lambang cakep gitu as a Ravenclaw, maksudnya ya... Aku tetep seneng ngeliat nama pemeran lain ditampilin beserta House-nya. Tapi aku pengen nama Luna juga ada di sana. She's my favourite after all... Syukurlah dia ada scene ngomong sendiri jadi ya oke lah😭

Ada part Tom-Emma, Ruppert-Emma juga dikit-dikit. Aku sempet kepancing pas yang cowo kayak confess tapi akhirnya dijelasin kalo cuma sayang sebatas ade kakak dan sebatas teman. 😂😂😂😂👍

Part Helena sama DanRad (haaaaa dah lama ga nyebut Daniel begini😭) juga lucu. Gamau spoiler banyak, tapi aku kaget. Kaget karena isi surat. Aku pas denger jadi overthink hah heh... Hah. Terus pas Dan bilang Bellatrix muncul di seri pas rata-rata mereka ini dah umur 15 apa 16 tahun, alias dah remaja puber ya aku ngerti (?).

Yang paling aku suka adalah betapa mereka ini suka ngasih support, memuji satu sama lain kalau aktingnya bagus. Karna berdasarkan obrolan mereka bertiga ini, mereka tumbuh bersama, jadi ngeliat progress temennya dalam akting bikin mereka seneng juga. Lucunya, waktu sama sutradara di PoA (cmiiw) mereka bertiga disuruh nulis esai tentang karakter masing-masing, dan mereka nulisnya ya sesuai kelakuan karakter masing-masing. 😭😭😭😭👍 Ruppert as Ron terbaik.

Tentu dari hal-hal di atas, ada yang bikin aku sedih juga, kayak part pemeran yang sudah meninggal ditampilkan, waktu Ruppert bilang dia pernah kena batu ginjal, waktu Emma nangis pas ngomong. Dan mixed feelings, pas Dan bilang dia bakal ngeliatin film ini ke anaknya nanti dan Robbie Coltrane bilang kalo Harry Potter bertahan sampe 50 tahun lagi, walau mungkin nanti dia udah tiada. Ga tau deh... Hah. Another mixed feelings, pas diceritakan kalo pemeran Albus Dumbledore di HP 1 dan 2, mendiang Richard Harris katanya percaya kalo Fawkes tuh beneran burung asli😭 Dan dia ga pernah dikasih tau, dan mikir kalo burungnya beneran pinter😭😭😭 Terus Emma yang sempet pengen berhenti jadi Hermione karena ngerasa sendirian. Syukurlah engga jadi ya...

"After all this time?"
"Always."

Ada banyak kutipan di Harry Potter tapi kalimat ini selalu jadi posisi pertama buat aku. Ada romantisnya, sedihnya, ga percaya kayak hah kok bisa, tapi pas deh jadi ending video reuni ini. 😭"

Seperti itu first impression aku nonton video ini. Yang lupa aku tambahkan adalah betapa aku sedih dan terharu waktu scene ngangkat wand muncul sebelum video berakhir, dan beberapa cast nangis, terus scene patronus Snape dan dialog legend tadi muncul, dan nama-nama pemeran yang udah meninggal muncul.
Waktu, setelah sekian lama, selalu, adalah misteri.  Saat aku membaca tweet balasan di akun terkait video ini, aku merasa sedih saat membaca kalau pemeran Albus Dumbledore setelah mendiang Richard Harris meninggal, Michael Gambon, sudah berhenti berakting karena sudah mulai pikun. Saat aku mencari berita terkini tentang beliau, terlihat wajahnya yang sudah jadi lebih tua dan aku pun sadar, aku sudah tumbuh lebih dewasa sejak seri Harry Potter pertama tayang. Manusia ga akan hidup selamanya... dan kita tidak bisa menghitung sisa waktu yang kita punya, tapi aku harap cerita anak berkacamata dan dunia sihir Harry Potter akn terus ada untuk waktu yang lama.
Oh yaaa! Sebelum lagi-lagi aku lupa menyebutkan ini, aku akan menulis kalau tempat impianku, Edinburgh disebut dalam interview ini. Ya, baru-baru ini aku baru tahu kalau JKR, menulis buku ini di Edinburgh. Dan Hogwarts juga katanya terinspirasi dari salah satu sekolah di tempat ini. Tempat yang begitu indah.

"Start your journey where it all began. Before she made her fortune with the Harry Potter books, J.K. Rowling would seek refuge from the cold and write her early manuscripts in Edinburgh's warm and welcoming cafés. The most notable is The Elephant House on George IV Bridge, where you'll find lots of tourists taking selfies in front of the sign marking the "birthplace" of Harry Potter. The fixation continues inside, where even the bathrooms are covered in Harry Potter graffiti." (https://edinburgh.org/blog/the-ultimate-harry-potter-guide-to-edinburgh/)


Hahh... aku nulis apa ya dari tadi. Kepalaku mulai pusing. Mungkin aku butuh tidur lagi. Selamat berhari Minggu semuanya. Yuk minggir sebentar dari layar. Semoga kita semua dikaruniai kesehatan di tahun yang baru ini.