“Jujur dengan perasaan kita lebih baik. Kalau cinta, katakan saja terus
terang…”
Grace berlari
tergesa-gesa keluar rumahnya. Dengan tidak sabaran ia menyalakan mesin mobil lalu
melaju dengan kecepatan tinggi ke sebuah tempat. Masa bodoh dengan rambu lalu
lintas sekarang, yang harus ia lakukan adalah secepatnya menyadarkan pria bodoh
yang mungkin saat ini sudah memasangkan cincin ke jari gadis lain, tanpa tahu
bahwa sebenarnya gadis yang lebih bodoh ini juga mencintainya.
“Ahh… Sial!” Grace mengumpat
sambil memukul setir mobil saking frustasinya. Sambil menutup wajahnya dengan
kedua tangan, ia menutup mata lalu mengingat kejadian yang terjadi dua hari
yang lalu.
“Aku suka sama kamu… dari dulu. Bukan sekedar rasa suka sebagai seorang
sahabat masa kecil, tapi rasa suka seorang pria pada wanita. Cinta…” mengingat
kalimat Jeremy tersebut Grace semakin frustasi saja. Betapa bodohnya dirinya
saat mengira perkataan Jeremy hanya main-main dan malah menertawakannya. Kenapa
ia harus menuruti gengsinya sih?
Warna hijau yang muncul secara
tiba-tiba memunculkan harapannya lagi. Serta merta ia menancap gas lalu
melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Semuanya harus dicegah sebelum terlambat.
***
“Sah? Sah?” sang penghulu mengedarkan
pandangannya ke seluruh ruangan, tapi seperti biasanya tak ada nada minor yang
mengecam pernikahan ini. Tapi perkiraannya meleset.
“Tidak sah!”
Semua mata tertuju pada teriakan
tersebut. Seorang gadis dengan penampilan acak-acakan berdiri di depan pintu
dengan dada yang naik turun dan nafas yang ngos-ngosan seperti habis berlari. Gadis
itu Grace. Dengan cepat ia berlari ke arah mempelai pria lalu berteriak.
“Bodoh! Aku mencintaimu! Kenapa
kau malah memilih gadis lain untuk kau nikahi? Kenapa kau tak mau berusaha
mengejarku lagi?” Grace berteriak pada Jeremy, sang mempelai pria, dengan nada
yang agak bergetar. Dengan sekuat tenaga ia menahan air matanya tapi ia tak
mampu.
"Johan... Ini maksudnya apa?" kata sang mempelai wanita yang menghampiri mereka secara tiba-tiba.
"Johan...?" Grace menatap pria di depannya dengan wajah bingung, tapi kemudian ia sadar saat melihat kedua pasang mata yang dimiliki pria ini. Matanya coklat, bukan hitam. Mata Jeremy hitam.
"Aku sudah dengar semuanya... Grace..." Jeremy, sosok pria yang dicari-cari Grace tiba-tiba muncul dari sebuah ruangan. Dengan tersenyum ia meraih tangan Grace lalu menatap sepasang mata yang dimiliki oleh gadis itu. Tapi yang didapatinya hanya tatapan penuh kebencian.
"Kau... menipuku..."
to be continued...
Lanjut di FF setelah ini ya. ^^
Akh... nanggung =_=
BalasHapusHehe. :p
Hapus