Senin, 25 September 2023

#JurnalMalam : Sebelum dan Setelah (Habis baca : Orang Berikut Yang Kaujumpai Di Surga, Sedang Baca : Siapa yang datang ke pemakamanku saat aku mati nanti?)

Baru-baru ini salah satu orang baik dalam hidupku berpulang. Namanya tante Adel, sampai sekarang aku masih ingat senyum lebarnya yang memperlihatkan deretan gigi tiruan penuh yang aku buatkan untuknya. Dari semua pasien yang pernah aku kerjakan saat koass, aku sangat bangga bisa membuatkan gigi tiruan itu untuk tante Adel. Senyum yang ia beri sangat tulus, polos, dan tidak ada kepalsuan di dalamnya.

Aku bingung kenapa aku menangis saat menulis ini. Padahal aku bisa menahan air mata di depan jasad beliau.

Kematian ini menjadi alasan aku menyobek plastik pembungkus buku "Siapa yang datang ke pemakamanku saat aku mati nanti." Menurutku, buku ini menyampaikan kekhawatiran penulis seperti, "apa ia sudah cukup baik sebagai manusia sampai akan ada yang datang ke pemakamannya saat ia mati?" Juga mengajak pembaca untuk bisa menghargai perasaan orang lain. Bilang 'maaf' dan 'terima kasih' selagi orang yang pantas menerima kata itu masih hidup.

Tante Adel adalah orang baik, karenanya aku sempat protes waktu mendengar keluarga berencana hanya menulis riwayat hidup yang pendek untuk beliau. Aku mengerti bahwa setiap orang hanya hadir dalam sebagian perjalanan hidup orang lain, juga hanya bisa mengingat porsinya masing-masing dalam cerita hidup tersebut. Tapi protesku hanya sebentar kok, aku sadar yang terpenting adalah mengantar kepergian beliau dengan layak. Dan begitulah riwayat hidup tersebut selesai disusun.

Sesuai jadwal yang ditentukan yaitu hari Selasa, aku dan mama datang ke pemakaman tante Adel. Aku tidak kaget melihat banyaknya orang yang datang. Ibadah pemakaman berlangsung lancar sampai tiba waktunya pembacaan riwayat hidup oleh keluarga. Tapi ternyata setelah pembacaan riwayat hidup, ada beberapa orang terdekat yang diminta untuk menceritakan momen yang pernah mereka alami bersama almarhum. Cerita yang paling aku ingat adalah katanya semasa hidup almarhum selalu rajin pergi ke ibadah pemakaman siapapun yang ia kenal. Walau jauh sekalipun ia selalu berusaha mencari cara agar bisa datang. Saat sesi sharing ini, di kiri kanan aku bisa mendengar orang-orang yang duduk di sebelahku mengiyakan, juga berbagi kebaikan lain yang almarhumah lakukan dalam hidup mereka.

Riwayat hidup yang dituliskan memang hanya pendek, tapi apa itu bisa dibandingkan dengan riwayat hidup yang diceritakan oleh begitu banyak pelayat yang datang dengan ceritanya masing-masing?

*

Karena tidak selalu bisa membawa buku fisik ke mana-mana akhirnya sebelum selesai membaca buku "Siapa yang Datang ke Pemakamanku," aku mengganti sesi baca buku di luar rumah dengan membaca buku digital. Kebetulan saat aku membuka aplikasi iJakarta (perpustakaan online milik pemerintah Jakarta) ada 5 copy buku "Orang Berikut Yang Kau Jumpai di Surga" karya Mitch Albom tersedia untuk dipinjam. 

Saat selesai membaca buku ini aku juga baru sadar kalau kedua buku ini bertema kematian. Aku memang mudah terbawa perasaan. Karena temanya sama, jadi aku ingin menceritakan pengalaman membaca kedua buku ini dalam satu postingan yang sama...

Sesuai judulnya, buku ini menceritakan tentang kejadian yang dialami seorang wanita setelah ia ke Surga. Di sana ia bertemu dengan 5 orang yang punya pengaruh masing-masing dalam hidup wanita tersebut. Bagaimanapun selama hidupnya, Annie --nama wanita tersebut-- menganggap bahwa ia selalu melakukan kesalahan; makanya hidupnya menderita. Kehadiran 5 orang ini lah yang nantinya akan memberitahu Annie bahwa apa yang terjadi dalam hidupnya bukan salah siapa. Mungkin hari itu angin hanya bertiup dan membawa suatu perubahan...

Aku rasa tidak banyak yang bisa aku ceritakan tentang buku ini. Buku ini, menurutku lebih baik jika dibaca dan direnungkan masing-masing oleh tiap orang yang membacanya. Aku bertanya-tanya apa ada orang lain yang menangis saat membuka halaman yang juga membuatku menangis. Pada akhirnya seperti yang ditulis dalam buku ini, ada banyak pertanyaan 'apa' yang akan kita temui namun kapan jawaban dari 'mengapa' itu akan muncul seringkali lebih lama dari yang kita perkirakan.

Sebelum dan Setelah mati, apa dan mengapa, aku harap tiap tahap menuju ke sana bisa aku lalui tanpa penyesalan.

Akhir kata, selamat jalan tante Adel... terima kasih karena tiap kali tante senyum, aku jadi senyum juga. Dan terima kasih juga karena tiap kali aku ingat senyum itu, aku jadi ingat kalau kebaikan ada dalam hidup ini dan aku juga jadi senyum lagi (walau saat ini masih nangis dikit). Aku yakin tante sudah beristirahat dengan tenang, mungkin mengalami pertemuan dengan 5 orang di Surga... apa bahkan ketemu Tuhan? Amiin.

Sabtu, 16 September 2023

#JurnalMalam : Apa yang Aku Miliki dan Tidak (sedang baca : Filosofi Teras)

    Saat memutuskan judul apa yang harus dipakai untuk tulisan kali ini, aku memilih kata jurnal sebagai kata pertama. Sepintas ada sebuah niat untuk membuat ini sebagai tulisan rutin, tapi taulah... apa ya bahasa Indonesianya, "panas-panas tai ayam" (wwkwkkwkwk), kayak niat cuma di awal doang tapi nerusinnya malas. Jadi ya aku mau nulis ini sebebasnya aja tanpa beban untuk harus menulis tulisan lanjutannya. Selain itu, lucunya, saat aku pikirkan lagi aku malah ngga tau arti sebenarnya dari jurnal (wkwkwkwk). Jadi jurnal itu sendiri (menurut Google) adalah catatan yang dibuat secara teratur. Teratur ya... apa bisa aku teratur padahal blog ini aja judulnya 'kacau'? Tapi mari kita coba yaa.

Filosofi Teras
oleh Henry Manampiring
    Sekitar dua atau tiga hari yang lalu, aku berhasil meminjam buku "Filosofi Teras" karya Henry Manampiring dari aplikasi perpustakaan digital Bank Indonesia (IBI). Aku baru selesai membaca bab II hari ini. Membaca buku saat ini jadi salah satu kegiatan yang bisa aku lakukan untuk menenangkan hati, bersabar saat menunggu antrian, atau kegiatan sebelum tidur. Buku ini bisa dibaca dengan perlahan (karena aku juga bukan tipe pembaca yang cepat) dan sesekali berhenti untuk merenung tentang apa yang baru saja aku baca. Filosofi Teras menceritakan tentang sebuah ajaran yang digagaskan oleh Zeno. Pada mulanya ajaran ini diajarkan di stoa (bahasa Yunani yang artinya beranda, serambi) sehingga kaum yang mengikuti ajaran ini disebut kaum stoa dan ajaran ini selanjutnya disebut Stoisisme. Belum banyak yang bisa aku ceritakan tentang isi buku ini, tapi yang aku maknai ialah :

#1 : kebahagiaan bisa didapat dengan melatih diri kita sendiri
Latihan bahagia? Ada rasa sangsi yang muncul saat aku membacanya. Maksudnya aku harus berlatih biar bisa bahagia gitu? Aku mencoba mengalah dengan rasa sangsi dan membiarkan rasa ingin tahu menang kali ini. Ternyata ada banyak artikel tentang latihan bahagia, jadi kesimpulannya kebahagiaan bukan hanya bisa dilatih tapi bisa juga dicari... asal aku mau dan niat.

"Sama seperti otot harus dilatih dengan berulang-ulang mengangkat barbel, maka batin pun bisa diperkokoh lewat latihan rutin setiap hari lewat STAR (Stop, Think-Assess, Respond)." _ Filosofi Teras, halaman xviii

#2 : bahagia itu artinya bebas dari emosi negatif
Semoga bagian ini ditulis dengan kesadaran bahwa aku harus terus belajar untuk mengatasi emosi dan amarah dalam diri. Emosi yang tidak bisa dikendalikan bukan hanya bisa merusak hubungan dengan orang lain, tapi juga merusak diri sendiri dengan penyesalan yang muncul tiap kali tidak bisa mengontrolnya. Hal ini juga pernah aku baca dalam buku "Going Offline" karya Desi Anwar, "Cara paling baik untuk menghadapi hidup adalah memiliki pengetahuan yang cukup tentang diri sendiri" (baca review "Going Offline": breakTime.... (kekacauansementara.blogspot.com)) yaitu mengenal tanda-tanda yang muncul saat emosi negatif dalam pikiran akan segera meluap dan bisa segera dicegah agar tidak menjadi kata-kata atau marah. Juga nafsu, mengetahui apa bedanya keinginan dan kebutuhan sehingga terbebas dari perilaku ingin mendapatkan apa yang sebenarnya tidak aku perlukan. Hal ini jugalah yang menjadi dasar aku menulis nomor #3 juga judul tulisan ini...

#3 : Menghargai apa yang aku miliki dan tidak terpaku pada apa yang tidak aku miliki
Judulnya jelas ya... sesederhana aku yang terus ingin membeli gadget baru padahal aku sudah punya banyak dan waktuku lebih banyak aku habiskan dengan gadget-gadget tersebut. Aku sering merasa kesepian saat melihat media sosial dari layar gadget... maksudnya, gimana yah menulis perasaan ini. Itu kan tempat bersosialisasi. Tapi duniaku kan isinya bukan hanya itu, itu maya, lebih banyak yang palsu. Kenapa aku harus merasa sepi, aku punya keluarga, aku juga punya teman. Harusnya aku tidak mengurung diri dalam kesepian yang aku ciptakan sendiri dalam benda sekecil gadget. Mungkin jika aku lebih menghargai apa yang ada di dunia nyata di sekitarku, hidupku bisa lebih berarti.

Baru-baru ini pun aku membaca artikel dari Greater Good tentang "10 Hal yang bisa Kamu Lakukan untuk membuat Waktumu lebih Bermakna" (baca : Ten Ways to Make Your Time Matter (berkeley.edu)) Salah satu di antara 10 poin yang ditulis mengatakan, "Distraksi dari dunia digital memungkinkan kita untuk melarikan diri ke dunia di mana keterbatasan manusia yang menyakitkan tampaknya tidak berlaku." Dengan membatasi penggunaan gadget, bahkan menggunakan teknologi dengan satu tujuan seperti kindle untuk membaca (aku lebih tertarik untuk membeli mp3 player sebagai teman untuk membaca buku saja, tapi nanti saja belinya setelah nabung) bisa mengurangi waktu yang digunakan untuk menggulir linimasa media sosial tanpa tujuan, atau menonton Youtube berjam-jam yang isinya rata-rata gadget yang pengen aku beli tapi ga butuh.

Lalu apakah jika aku sudah mendapat hal yang tidak aku miliki, apa akan selalu berujung bahagia? Dan jika tidak punya, apa aku harus tidak bahagia? Rasanya sedih jika membandingkan ketidak bahagiaanku dengan orang-orang di luar sana yang tidak punya banyak hal tapi bisa bahagia. Aku harap apa yang aku ketik setelah ini tidak sensitif untuk mereka yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun materi. Saat aku membaca buku ini di ruang tunggu rumah sakit pagi ini, aku melihat layar tv memutar berita tanpa keterangan apa yang jadi topik pembicaraan. Layar itu menampilkan video tanpa suara dan terlihat ada dua orang di sana yaitu polisi pria dan satunya lagi seorang juru bahasa isyarat yang sibuk menggerakan tangan dengan cepat. Aku bukan orang yang mengerti bahasa isyarat, tapi dulu sekali aku sering melihat berita (sepertinya Seputar Indonesia) yang menambahkan sebuah kotak kecil di sudut kanan bawah yang menampilkan juru bahasa isyarat. Hal yang sudah lama tidak aku lihat karena sudah jarang menonton tv apalagi berita ini membuatku berpikir, bagaimana ya perasaan orang yang tuli sejak lahir? Aku pernah menegur petugas apotek yang suaranya tidak kedengaran saat memanggil antrian, bagaimana ya jika suatu saat duniaku nantinya hening... aku tidak bisa membayangkan.

Ternyata, ada banyak yang aku miliki, aku tidak kekurangan.

Sebelum tulisan ini semakin kacau dan ga jelas tujuannya ke mana, aku akan mengakhiri ini di sini saja. Setelah selesai baca buku ini (segera!) aku akan menulis lagi.

Semoga bahagia.

Minggu, 10 September 2023

Latihan mengetik yang banyak dengan Bahasa Indonesia

(Setelah membaca judul sekali lagi, aku ketawa sendiri. Tapi nyatanya tujuan menulis blog ini yaa salah satunya untuk itu.)


Akhir-akhir ini aku merasa terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berselancar di internet. Sepertinya inilah yang membuat suatu lubang muncul di pikiranku, isinya hanya ruang kosong dimana aku tinggal di dalamnya dan merasa hampa. Terus menggeser ponsel pintar yang menampilkan halaman X tanpa lelah... hah... aku bingung kenapa aku menghabiskan waktu lama untuk aktivitas yang sama.

Aku pun menyadari, semakin sedikit kata-kata yang aku ucapkan setiap hari. Maksudnya, memang banyak hal yang aku ketik di linimasa milikku. Tapi mengetik berbeda dengan bicara, kan? Kemampuanku untuk memproses kata-kata jadi kalimat yang harus aku ucapkan juga semakin berkurang. Selain itu, linimasa yang isinya bahasa bercampur aduk membuatku sering kebingungan dalam memilih kata yang harus kugunakan untuk mengungkapkan sesuatu. Saat ini pun, aku berusaha mengeja kalimat yang aku ketik. Sebuah usaha agar aku tidak akan lupa bagaimana suaraku saat mengucap sesuatu.

Aku terlalu sering bicara sendiri dalam pikiranku. Saat ada kesempatan untuk bicara pun aku jadi terbata, kebingungan, khawatir, terburu-buru, emosional, jadi satu. Seringkali aku takut, orang-orang tidak bisa mengerti apa yang ingin aku sampaikan. Aku perlu menata pikiranku lagi.

Iri, ini bukan waktu yang tepat untuk iri. Tapi aku merasakan itu saat melihat akun seorang teman. Di sana, ia begitu bebas menyampaikan isi pikiran, tapi semua kalimat yang ia tuliskan begitu terkendali; begitu kokoh. Seperti punya kekuatan yang bisa membuat orang yang membacanya terpesona hanya... bukan hanya---- karena kata-kata yang ia punya. Begitu hebatnya jika seseorang memiliki kekuatan dalam kata-katanya.

Ini membuatku ingin belajar lagi tentang bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Karena bagaimana bisa aku berkomunikasi apabila hanya aku yang mengerti apa isi pikiran dan apa yang aku ucapkan. Dan bukankan itu tidak adil? Mungkin saja ada orang di luar sana, yang menunggu saatnya untuk bisa bicara denganku. Sampai saat itu tiba, mungkin ini waktunya untuk menepi dan belajar lagi. Mungkin membaca lebih banyak buku? Atau menonton video tanpa bahasa asing? Mendengarkan lagu?

Baru-baru ini pun, setelah menonton kembali musim kedua dari acara "Masa Muda Bersamamu" aku menemukan lagu bagus yang entah kenapa bisa-bisanya aku lewatkan saat menonton. Lagu dalam bahasa mandarin yang dinyanyikan oleh Tia Ray itu jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul, "Perjalanan Melupakanmu". Sebaris kalimat dalam liriknya yang membekas di ingatanku yaitu:

"Keheningan inilah yang membuat segalanya jadi penuh arti dan membuat hatiku tenang."

Seperti lirik lagu itu, untuk mengatasi kekacauan pikiranku kali ini, dan juga jalan keluar agar aku bisa lebih bebas mengatakan isi pikiranku, aku perlu keheningan.