Sabtu, 21 Januari 2012

Senyum Untukmu yang Lucu

21 Januari 2012,

Dear... Kamu,

Kalimat apa yang bisa menggambarkan diriku tadi? Troli pengangkut barang? Atau mungkin truk saja sekalian? Karena toh, seperti benda pengangkut di atas aku tak bisa protes saat membawa barang yang kamu biarkan begitu saja di atas mejamu saat kau berlari pulang. Tapi kurasa istilah-istilah di atas tak akan kugunakan karena bagaimanapun aku tulus melakukan ini semua. Kalau menggunakannya malah terkesan mengeluh, ya?
Jadi begitulah keadaanku, mengangkat barang-barang milikmu lalu melemparnya secara asal ke kursi belakang mobil. Tentu saja hal itu kulakukan setelah membukakan pintu untukmu. Aku kan tidak mau melihatmu yang terus merengek manja untuk cepat pulang. Membawa barang-barangmu saja sudah membuatku kelelahan, apalagi harus membujukmu agar mau diam dan menurut.
Lalu setelah perjuangan panjang itu, kamu malah tertidur di kursi sebelahku, dan seperti biasanya kelelahanku setelah menjemputmu akan hilang seketika melihat wajah polosmu yang tertidur.
"Sayangku..." aku mengusap dahimu yang berkeringat karena panas matahari yang menerpa. Kamu menggeliat sedikit, membuatku menarik tanganku pada detik selanjutnya. Namun ternyata kamu tak terbangun dan terus tertidur di sebelahku sampai kita tiba di istana kita.
Sebuah rumah yang tak cukup besar dengan konsep minimalis menyambut diriku dan kamu yang tertidur dalam gendonganku. Setelah berhasil membaringkanmu ke tempat tidurmu, dan juga berhasil mengembalikan barang-barangmu ke tempat yang biasanya, telepon berbunyi tepat pada waktunya. Pukul setengah dua belas setiap harinya kecuali hari minggu.
"Dhani sudah tidur?" dirinya memulai kalimat yang sebenarnya sudah biasa kudengar.
"Ya, capek kayaknya. Kamu pulangnya jam berapa?"
"Hari ini aku tidak lembur. Jadi bisa pulang cepat. Kita makan di luar ya nanti. Dhani pasti senang diajak jalan-jalan..." jawabnya lagi, dan aku yakin dirinya pasti sedang tersenyum di seberang sana. Dirinya yang juga sangat menyayangimu sama sepertiku.
Dan setelah telepon ditutup, aku merasakan ujung kemejaku ditarik-tarik. Ternyata kamu sudah bangun. Sambil mengucek-ucek matamu kamu bertanya siapa yang menelepon lalu akhirnya bersorak-sorak saat kuberitahu bahwa dirinya akan mengajak kita jalan-jalan setelah ia pulang.
Aku tersenyum saja melihatmu, ya, tersenyum. Karena senyumku sudah bisa mengungkapkan semua rasa sayang yang kumiliki. Yang tak akan pernah habis. Senyum untukmu yang lucu, anakku. :)

Salam sayang,



Ibu

2 komentar: