Sabtu, 31 Desember 2011

Ketika Hujan Berbisik


 Rintik hujan membasahi kota ini, kota yang tak pernah sepi dari bunyi kendaraan yang menjadi salah satu donatur asap bagi langitnya. Bunyi kecipak terdengar bersahut-sahutan akibat langkah orang-orang yang berlari disana-sini untuk mencari tempat berteduh. Hari ketiga di bulan Oktober menjadi hari yang dibenci sebagian orang karena aktivitas mereka yang harus terhenti. Dan disinilah aku, berdiri di antara kerumunan orang yang memilih tempat yang sama untuk menghindar dari hujan. Sebuah halte di depan kompleks pertokoan kini disulap menjadi tempat berteduh, menyebabkan orang-orang yang menggunakan fungsi halte sebagaimana mestinya agak kesulitan dan harus berteriak agar bisa lolos dari kerumunan ini.
Bulir-bulir hujan terus berjatuhan menimpa bumi. Semakin keras, seakan tak mau berpisah dengan tanah yang hanya bisa Ia temui saat langit berubah warna menjadi kelabu. Aku mengeluarkan sebungkus rokok dan menarik linting terakhir yang tersisa, tak peduli dengan desisan menyindir dari wanita paruh baya di sebelahku. Alih-alih memasukkannya kembali dalam bungkus rokok, aku malah menyalakannya dan menghembuskan asap tebal dari mulutku.
‘Jangan terlalu banyak merokok…’ sebuah bisikan mengagetkanku. Linting rokok terakhir yang baru sekali kuhisap terjatuh dan beradu dengan tanah yang becek.
'Lea?' batinku menyerukan sebuah nama namun dipatahkan oleh akal sehatku yang berkata bahwa Lea sudah tiada.
Aku memalingkan kepalaku ke kiri dan kanan. Hanya ada wanita paruh baya tadi (yang masih menatap sinis padaku) dan anak laki-laki dengan jas hujan berwarna biru yang menggandeng tangan Ibunya. Tak mungkin... Bagaimana bisa orang yang sudah meninggal mau repot-repot keluar dari kuburnya hanya untuk memperingatkan agar aku jangan merokok? Hah! Lucu sekali pemikiranmu. Sedangkan bangun saja Ia sudah tidak bisa. Jangan berhalusinasi, bung!
Aku menajamkan pendengaranku, berharap suara itu muncul lagi tapi yang kudengar hanya bunyi hujan dan suara orang-orang disekitarku. Dan entah mengapa aku merasa kecewa. Kecewa karena suara itu tak ada lagi, kecewa karena mungkin itu hanya halusinasi, kecewa karena... Lea sudah tak ada lagi disisiku.
Namun setiap tetes hujan memiliki cerita, dan kali ini Ia memilih kenangan antara aku dan Lea.
***
Ia benci hujan, namun berlari di atas rerumputan yang basah setelah hujan adalah kegemarannya. Merasakan sensasi menyejukkan yang diterima oleh reseptor indera pada kakinya, yang meneruskan stimuli ke otaknya dan menghasilkan sebuah tawa kecil dari mulutnya. Aku bertanya-tanya, "adakah ciptaan Tuhan yang lebih menakjubkan dari dirinya?" Garis wajah yang sempurna, lekuk tubuh yang membuat setiap pakaian selalu terasa pas, dan senyum kekanakan yang memancing orang lain untuk tertawa bersama saat melihatnya.
Aku masih ingat bagaimana pertemuan kami yang pertama. Di hari dimana hujan juga turun dengan derasnya seperti hari ini.
"Kau tahu kenapa aku benci hujan?"
"Eh?" aku menatap heran pada gadis yang berdiri di sebelahku. Apa Ia sedang mengajakku ngobrol?
"Kau... Bicara denganku?"
"Iya... Memangnya sama siapa lagi?" katanya sambil tersenyum. Warung ini memang sedang sepi, hanya kami berdua yang berteduh di bawah terpal plastik yang berfungsi sebagai atap warung ini. Sementara penjualnya sepertinya tertidur karena faktor hujan yang membuat warungnya sepi pelanggan.
"Kenapa?" jawabku menimpali, masa bodoh dengan basa-basi orang yang baru pertama kali bertemu. Dia yang mulai duluan kan?
"Karena hujan selalu membawa cerita sedih." katanya sambil memandang sendu ke arah langit.
"Hah? Masa?" tanyaku namun tak digubris olehnya.
Hujan terus turun, mengisi kekosongan antara kami yang terperangkap dalam diam. Sesekali aku melirik ke arah gadis itu yang masih menatap langit dengan sendu. Ada apa dengan hujan? Mengapa gadis ini begitu membencinya?
Keheningan itu terus berlanjut, sampai akhirnya hujan berhenti dan gadis itu pergi tanpa berkata apa pun padaku.
Dan rasanya aku ingin mempercayai mitos yang berkata, "Kalau jodoh, pasti akan bertemu lagi," saat melihat gadis itu kembali berteduh di tempat pertama kali kami bertemu.
“Apa sekarang rasa bencimu pada hujan sudah berubah?” kataku tiba-tiba yang membuatnya terkejut. Ia sedang melamun sepertinya.
“Tidak.”
“Sayang sekali kalau begitu. Padahal aku ingin menunjukkan sesuatu yang asyik…”
“Apa?”
Aku terkekeh menatap wajahnya yang penasaran. “Katanya benci hujan…” kataku dengan nada meledek.
"Kali ini kuberi pengecualian."
"Baiklah! Ikut aku."
"Sekarang?" tanyanya sambil memberikan pandangan 'yang benar saja' yang kujawab dengan satu tarikan pada lengannya. Dan seperti di film-film romantis lainnya , kami berlari menerobos hujan sambil berpegangan tangan.
***
"Lea."
"Apa?" lagi-lagi perkataan gadis ini membuat kedua alisku bertaut karena bingung.
"Itu namaku... Lea. L-E-A," jelasnya lalu mengulurkan tangan kanannya.
"Oh... Ya. Andre..." kataku lalu menyambut uluran tangannya. Sebuah obrolan pertama setelah aksi lari-larian kami di tengah hujan. Bukan maksudku ingin membuatnya merasakan hujan yang Ia benci, aku hanya ingin mengajaknya secepat mungkin ke tempat ini, taman rahasiaku. Bukan taman yang istimewa sebenarnya, bahkan bisa dibilang cukup aneh karena taman yang kumaksud adalah taman di area salah satu Rumah Sakit.
“Lalu… Kenapa tempat ini?” katanya sambil mengayunkan kedua kakinya yang menggantung karena tak mencapai tanah.
“Tidak. Hanya saja aku menyukai tempat ini, dan kuharap di masa depan nanti aku bisa bekerja di gedung itu,” kataku sambil menunjuk ke arah Rumah Sakit.
“Hah? Percaya diri sekali…”
“Tentu saja! Itu adalah mimpiku sejak kecil. Dan apakah kau tahu? Kau adalah orang pertama yang kuberitahu tentang hal ini.”
“Begitukah? Aku istimewa sekali kalau begitu…”
“Kau memang istimewa… Peri hujanku…” kataku hampir tak terdengar, sebelum keheningan panjang yang lagi-lagi menerobos masuk di antara kami berdua. Tapi kurasa seperti ini saja sudah cukup. Duduk berdua di bangku taman, merasakan atmosfer sehabis hujan. Hanya berdua.
Ku harap kata ‘berdua’ akan berlaku untuk selamanya, tapi impianku serasa ditertawakan oleh hari berhujan yang mulai Ia cintai. Hari dimana hujan turun, membasahi pemakaman yang mulai sepi setelah upacara yang berlangsung sejam yang lalu. Lea, peri hujanku, telah berpulang ke sisi Yang Maha Kuasa akibat penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Lea, peri hujanku, tak akan lagi menemaniku di saat hujan.
Pusaran dalam otakku berhenti dan melemparkanku kembali ke alam nyata. Kembali ke hari ketiga di bulan Oktober dimana aku masih berdiri dalam kerumunan orang yang berteduh di halte ini. Dan dengan kedua tanganku aku merasakan titik-titik hujan yang turun, berharap masih ada kehadiran Lea yang bisa kurasakan lewat setiap tetesnya lalu tersenyum pahit.
Ketika hujan berbisik… kau tak akan pernah tahu kenangan apa yang akan Ia bisikkan pada kedua telingamu.
Ketika hujan berbisik… kau tak akan pernah menyadari bagaimana Ia membawa jiwamu pergi… Berkelana dalam ingatan yang bahkan tak ingin kau ingat.
Ketika hujan berbisik… kau dan dia yang masih membeku dalam ingatan hanya bisa berserah… membiarkan Ia menjejalkan beribu macam kenangan dalam pikirmu.
Dan suatu hari, ketika hujan berbisik lagi… kau akan tahu bahwa kau, pikiranmu, hatimu… sudah cukup kuat untuk mendengarnya sambil tersenyum.

Kamis, 29 Desember 2011

Aku dan Idolaku


Aku memandang cukup lama pada sosok gadis yang memegang buku bersampul batik dan DVD di layar komputerku. Sebuah foto, ya hanya sebuah foto. Tapi cukup untuk membuktikan bahwa kami ada, kami mencintainya, kami YUI Lovers Indonesia, dimana aku adalah bagiannya.

Berawal dari ide salah seorang teman untuk membuat surat untuk YUI, maka aku pun dengan semangat mulai menulis suratku. Walau grammarku hancur-hancuran, walau tulisanku (sepertinya) sulit dibaca, tapi tak apa karena aku tulus menulis semua yang ada di suratku itu. Dan dengan disertai gambar yang kuberi judul “Rain”, aku mengumpulkan suratku itu ke koordinator YUI Lovers Manado.

Dan hari ini, aku memandang foto itu lagi, seiring ingatanku yang berjalan mundur tentang bagaimana ekspresiku saat pertama kali melihat foto itu dipajang, bagaimana awal perkenalanku dengan makhluk-makhluk yang sama gilanya denganku, yang sekarang sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri, serta bagaimana pertama kali lagu “Goodbye Days” di tahun 2006 bisa membuatku mulai menyukai sosok YUI.

Dari lagu “Goodbye Days” aku beranjak ke lagu lainnya yaitu “Namidairo” yang masih bernada sedih. Dan selanjutnya ada “LIFE” dan “AGAIN” lalu “Never Say Die” yang sering menjadi lagu penyemangat untukku yang diikuti oleh lagu-lagu lain yang juga kusukai. Dan “Thank You My Teens” juga menjadi lagu yang kuputar seharian saat ulang tahunku yang ke-dua puluh. “Hanya menyanyi. Mengubah rasa sakit segera menjadi sebuah lagu baru. Hanya dengan melakukan itu, aku bisa mengubahnya menjadi kekuatan,” adalah lirik yang paling kusukai dari lagu ini.

Mungkin ini aneh bagi sebagian orang. Atau bisa dibilang lucu? Bahwa seseorang bisa begitu menyukai seorang artis seperti ini, tersenyum melihat postingan tentangnya yang memperlihatkan wajah bahagia ataupun konyol, khawatir saat setiap stasiun televisi bahkan media internet mengabarkan tentang Tsunami yang terjadi di Jepang yang diikuti oleh hembusan nafas lega karena tahu bahwa Ia baik-baik saja. Serta bagaimana setiap lagu bisa mewakili perasaanku baik saat sedih ataupun senang, jatuh cinta, rindu, patah hati, kehilangan, dan bermacam-macam rasa lain yang sering kutumpahkan dalam status akun Facebook ataupun Twitter dengan mengutip beberapa liriknya.

Menyukai aliran musik yang berbeda dari trend musik jaman sekarang sempat membuatku tenggelam. Mau bicara tentang YUI ini, yang lain pasti menyambung, “lagi-lagi YUI”. Mau membahas YUI itu, pasti disambung lagi dengan kata-kata yang sama. Apakah teman-teman pernah merasakannya? Pasti pernah. Tapi jadi berbeda bukanlah kesalahan, menyukai seseorang (dalam hal ini idola kita) bukanlah kesalahan, akhirnya aku menyadari hal tersebut. Karena itulah aku selalu memegang prinsip, “Jadi diri sendiri bukan berarti jadi monster untuk orang lain.” Terdengar ekstrim? Tapi coba bayangkan, apabila kita terus berbohong, menyangkal tentang hal-hal yang kita suka, mencoba jadi seseorang yang diterima oleh orang lain dengan menyukai apa yang mereka suka, apa yang terjadi? Jujur pada apa yang kita sukai lebih membahagiakan.

Sempat ada teman yang bertanya, “sampai kapan akan menjadi YUI Lovers? Apakah kalau YUI tua nanti, akan tetap jadi fansnya?” Apa aku harus menjawabnya? Apakah teman-teman bisa menjawabnya? Semuanya tak perlu dijawab kurasa, cukup hati kita saja yang tahu bukan? Kata-kata tak bisa membuktikan segalanya, yang kita perlukan adalah tindakan. Benar, tidak? Tapi untuk hari ini bila seseorang bertanya apakah aku masih YUI Lovers? Aku pasti menjawab, “Ya!”
Apakah yang kutulis terdengar berlebihan? Tapi memang seperti inilah kenyataannya. YUI, penyanyi dan penulis lagu dari Jepang, 24 tahun, adalah idolaku.
Terima kasih YUI, untuk lagu-lagu serta kisah hidup yang selalu memberi motivasi bagiku. Terima kasih YUI, untuk teman-teman yang aneh tapi sangat baik hati yang bisa kukenal karena sama-sama menyukaimu. Dan terima kasih YUI, untuk apalagi? Untuk semuanya… :)

Go Away

Dan disinilah aku...
Mengingatmu

Mungkin aku yang terlalu bodoh
Terlalu larut dalam dunia semu yang sempat kau janjikan
Semua orang berkata, "jangan salahkan dirimu."
Tapi entahlah... Kurasa sekarang aku tak bisa mempercayai segalanya

Apakah kau sedang tertawa?
Cinta, mimpi, harapan... Adalah sesuatu yang tak boleh ditertawakan
Semoga kau cukup dewasa untuk menyadarinya

Aku bukan lemari pendingin, aku bukan hujan, bukan juga angin sepoi-sepoi
Aku bukan tempat dimana kau bisa mendinginkan kepalamu
dari api yang Ia berikan.
Api yang terkadang menghangatkan, namun saat ini sedang membakarmu dan ingin membuatmu berlari
Hah! Aku ingin tertawa setiap mengingat kenyataan itu

Sudah sadarkah kau sekarang?
Jangan terus bersembunyi di dalam kenangan tentang persahabatan di masa lalu
Aku muak mendengarnya

Pergilah, apa aku harus memohon untuk hal ini?
Pergilah...
Jangan biarkan aku bertanya, "apakah kau bahagia?"
Jangan biarkan aku berkata, "tinggalah..."
Jangan biarkan aku memanggil namamu lagi

Pergilah...

Senin, 26 Desember 2011

Untitled.

D F#m Bm D7 2x

D F#m
Dengar aku,
Bm D7
jujurlah
Em
Di hatimu,
A7
tak pernah ada aku
D F#m
Dari awal
Bm D7
kutahu
Em
Jangan bersembunyi
A7
di balik maafmu

*
G A
Kau hadirkan
D
sebuah harap
D A
Namun akhirnya
Em A
kau yang mengusir semua

Reff :
D F#m Bm D7
Kutahu semuanya...
Em
Begitu palsu
A7
Tapi ku menutup mata
D F#m Bm D7
Nyata yang kurasa,
Em
cinta...
A7
Buatku luka
Em A
Suatu hari,
Em A
smoga rasa ini
D
kan pergi...

D F#m Bm D7

D F#m Bm D7
Cinta ini seperti
Em
langit yang berbintang
A7
di malam itu
D F#m Bm D7
Tapi kini bintang
Em
telah pergi
A7
sisakan langit gelap

Back to *, reff

Bm Em Bm Am
Bm Em C A

D F#m Bm D7
Kutahu semuanya...
Em
Begitu palsu
A7
Tapi ku menutup mata

Back to reff.

I Started to...

I started to see...
Sebuah sosok yang bersembunyi dalam kata
Ada kemarahan,
Ada tangis,
Ada sepi,
Ada keinginan tuk dicintai, tapi semuanya tak pernah diucapkan
Hanya menulis... Ya, terus menulis

I started to know...
Seseorang yang selalu melukis warna kelabu pada langitnya
Menanti sebuah warna biru
Tapi apakah Ia hanya menginginkan warna biru?
Tak maukah Ia menerima sebuah... Pelangi?

I started to dream...
Tentang dia yang bahkan tak percaya akan adanya mimpi
Bahwa malam akan selalu seperti itu, gelap dan dingin.
Tanpa tahu tentang kehangatan malam yang Ia beri...
Padaku... Pada mimpiku...

I started to hope...
Ada sebuah celah, hanya celah.
Yang bisa kumasuki, untuk mematrikan kata "bahagia"
Kepadanya yang telah lama lupa bagaimana caranya tersenyum

I started to... Love...
Apakah ini bisa disebut bodoh?
Atas rasa yang muncul diam-diam dan semakin besar?
Atas keingintahuan yang tak biasa tentangmu yang berubah menjadi cinta?
Atas keinginan aneh untuk membahagiakan sosok yang bahkan tak pernah menatapku?

I started to... I started to... I started to... ask.

Sabtu, 24 Desember 2011

Lagu Perjuangan. (Sebuah Lagu Ga Jelas)

Lirik :Saya
Chord+dinyanyiin : @Zaneta04

Berawal dari mimpi, berlanjut dengan harap
Semua indah, semua hebat kita bayangkan

Lantunkan lagu riang walau terkadang sumbang
Lebarkan tangan, seakan terbang
Gapai cakrawala

*Walau terkadang kan ada ketakutan akan rumitnya masa depan
Namun kuyakin kan bisa tertawa dan tersenyum
Asal kau slalu di sisiku

reff :
Jalani semua dengan tertawa, bahagia kan datang
Asal kau percaya dan tetap berusaha perjuangkan mimpimu
Bulatkanlah tekadmu dan taklukan dunia

Penolakan dan cerca takkan hentikan kita
Tetap melangkah, tetaplah kuat! Kita pasti bisa

reff.

Keputusasaan dan tangis beratkan langkahmu
Tapi denganmu teman ku yakin semuanya akan baik saja
Tetap bersamaku slamanya

Jalani semua... tertawa... bahagia kan datang
Asal kau percaya dan tetap berusaha perjuangkan mimpimu
Bulatkanlah tekadmu dan taklukan dunia

(*), reff.

Dan taklukan dunia...

Note : Eyaaaa... Akhirnya bisa dengerin lagu ini juga. Lama bener nunggunya, udah setahun ya, Ta? Atau 2? -_____- Yang pasti makasiiihhh udah dibikin jadi lagu 'sebenarnya'. Proyek lain menanti. Wakakakaak XD

Senin, 19 Desember 2011

SJ - Santa You are The One. ^^





You come around to every child in the world
Always on time you’re never late, every year
How does it feel to work, everyone’s off, no one to help you
How do you reach us all, it’s for sure, no one does it better
Christmas is finally here
It’s time to celebrate
‘Cause you make a better world, year after year
Soon you’ll be on your way
Spreading joy everywhere
There’s no one like you
Santa, you are the one
You creep down the chimneys at night, that’s right
And you always know who has been naughty or nice
How does it feel to work, everyone’s off, no one to help you
How do you reach us all, it’s for sure, no one does it better
Christmas is finally here
It’s time to celebrate
‘Cause you make a better world, year after year
Soon you’ll be on your way
Spreading joy everywhere
There’s no one like you
Santa you are the one
Thank you Santa, thank you (You are the one)
Don’t go Santa, don’t go (You are the one)
Thank you Santa, thank you (You are the one)
Don’t go santa, don’t go (You are the one)
I hope you enjoy this song
It’s a gift from everyone
Thank you for all that you have done
Christmas is finally here
It’s time to celebrate
‘Cause you make a better world, year after year
Soon you’ll be on your way
Spreading joy everywhere
There’s no one like you
Santa you are the one
You are the one
Santa, you are the one
You are the one
Santa, you are the one
You are the one
I said, you are the one


Hari Ini?? Hmmm... Hmmm :)

Hari ini...
Diteriakin secara membabi buta sama Chacha pas masuk Mantos (Manado Town Square). Diteriakin, ya dia teriak ke saya, saya diteriakin sama dia, iya emang sama aja. Sayanya gimana? Ya, nyengir. Muhahahaha. Tapi tetaplah jaim. Hei... Ini tempat umum saudara-saudari. Wahahaha. (Ketawa-ketawa gaje).

Hari ini...
Ketemu makhluk-makhluk sedeng, kurang waras, weird, kesurupan mungkin, ya gitu gitu lahh. Karaokean sampe suara serak. Dari lagu barat, Indo yang jadul-jadul sampe nyanyi "Dilema" ala Cherry Belle (yang langsung gue next buat ngeganggu Chacha pas nyanyi), duet maut sama Revvie nyanyi Cing Fei Te Yi (muhahahaha), duet fales sama orang gila nyanyi "Bintang"nya Anima, dangdut ria bareng Neta (nyanyi "Dangdut is The Music of My Country) dan nyanyi "BONAMANA" ala Suju (baca : kumur-kumur) bareng Eka. Si Marlyn ga mau nyanyi sih. Ckck~~ -____- Ehh!! Lupa part "Nobody" sama "Gee" pas Revvie dance-dance ga mutu. hahahaha....

Hari ini...
Ketemu lagi sama si peri gosip. Wkwkwk~~~ Udah sering ketemu sih, jadi ga usah disebut namanya. *Pletakkk!* Maaf, Chi. Hihi... ^^

Hari ini...
Cerita-cerita soal masa SMA dulu. Mulai dari masa MOS yang bikin malu, guru-guru, temen-temen, cerita konyol yang masih tetep konyol (hah?) sampe cerita hantu sekolah. Hiyyy...

Hari ini...
Ga nyadar kalo komplen soal resto di depan pemilik restonya sendiri. Dor!

Hari ini...
Bernarsis ria di bawah pohon natal gede di belakang Mall. Kyaaaa.... mudah-mudahan cepet di upload ya. >

Hari ini...
Akhirnya denger "Lagu Perjuangan" juga. Lirik oleh saya, nada oleh Neta. Makasih, Taaaaa... :)) Suara lo bagus ternyata (bagus buat neriakin maling. Wkwkwkwkwk) Joking, teman. >

Hari ini...
Bahagia. ^^
Makasih teman-teman...
(Harus ada) Lain kali lagi yaa...
Pokoknya nanti Memei sama Anet harus ikut. Viky, Rian, Ilan jugaaaaa!!!
Sayang kalian. :)

Sincerely, Me.

Minggu, 18 Desember 2011

SLF. (For You... My November)

Bau hujan bercampur bau bawang mengusik hidungku, membuatku terbangun dan membetulkan posisi dudukku yang tak karuan karena sempat tertidur. Aku mengerjap perlahan, memfokuskan mata pada geliat manusia yang terlukis di luar jendela.
"Pasar ternyata..." gumamku malas.

Mikrolet yang kunaiki masih memutar lagu-lagu masa kini, dan bangku depan yang tadinya ditempati oleh sepasang kakek nenek kini berganti dengan dua remaja yang sibuk bersenandung, mengikuti lagu yang mengalun dari speaker yang menyatu dengan kursi di belakangku. Ya, bahkan mikrolet bisa sekeren ini, itulah yang istimewa dari kotaku. Walaupun sebagian besar suara yang dihasilkannya lebih sering membuat alarm mobil Papaku berbunyi otomatis karena bising, tapi setidaknya ada juga lagu-lagu pop yang bersahabat dengan telingaku.

Kota ini masih sama seperti hari-hari yang sudah lewat. Jalanan yang berhias deretan toko yang tak teratur, pedagang kaki lima yang sibuk dengan dagangannya, serta warna-warni manusia yang membuatnya terasa sesak. Ikan mas koki yang berputar hilir mudik dalam akuarium kotak di depan pet shop menarik perhatianku. Ahh... Aku ingin beli ikan hias lagi. Akuarium di rumah sudah lama kosong, batinku sambil membayangkan beberapa ikan mas koki yang dulu sempat dibeli mama. Yang akhirnya mati satu persatu.
Rintik menghias kaca jendela, dan mau tak mau lagi-lagi membawa sekelebat bayangan. Bayangan yang mengawali Novemberku dengan kata cinta.

Ia tersenyum, seiring asap rokok yang mengepul dari mulutnya."Kau tak percaya?" katanya dengan senyum yang sedari tadi tak mau pergi dari wajahnya.
"Bagaimana bisa Aku percaya?" balasku, masih dengan tatapan bingung.
"Lalu... Apa yang harus kuperbuat supaya kau percaya?"

Aku tersenyum kecut mengingat semua hal manis yang kini terasa menusuk. Hujan memang memiliki kekuatan misterius yang bisa membawa manusia terbang kembali ke masa lalu. Bahkan lebih sering kenangan yang tak ingin kuingat.

Aku terkesiap dan mengembalikan konsentrasiku ke dunia nyata, menyadari bahwa mikrolet yang kunaiki memutar ke arah yang berlawanan. Ck, salah naik. Aku menggerutu lalu meminta pak supir menurunkanku. Untunglah aku masih bisa mencari mikrolet jurusanku dari sini, kalau tidak... bisa-bisa aku harus mengeluarkan uang lagi untuk kembali ke pusat kota.

"Es kelapa mudanya satu, bang," kataku pada penjual itu sambil mengeratkan genggamanku pada tali ransel. Benar-benar aneh membeli es kelapa muda di hari hujan seperti ini, tapi setidaknya aku perlu sesuatu untuk mendinginkan kepalaku. Dan kurasa es kelapa muda ini cukup membantu.

Dan rintik sore ini berganti menjadi hujan deras. Sesaat aku menyesal teringat payungku yang kelupaan di angkot sebelumnya. Tapi tak ada yang perlu disesali. Pengalaman membuat kita belajar, bukan?

Dan di kursi belakang mikrolet yang kunaiki sekarang, dan yang kuyakini tak akan salah lagi, Aku bersenandung lemah.

"I close my eyes and dream of you and I and then I realize... There's more to life than only bitterness and lies... I close my eyes..."