"Hei, boleh duduk di
sini?"
Suara seorang pria mengagetkanku.
Dengan cepat aku menyeka air mata yang masih menggantung di pelupuk mata lalu
mengangkat kepala. Aku mencoba melihat siapa yang menyapa, tapi wajahnya silau
terhalang cahaya matahari.
"Boleh..." kataku
sambil bergeser untuk memberinya tempat di sebelahku.
"Terima kasih." katanya
pendek. Ia lalu duduk di sampingku dalam diam. Kedua tangannya diletakkan di
samping tubuhnya dan bertumpu pada bangku yang kami duduki. Ia bukan tipikal
orang yang bisa diam sepertinya. Sedari tadi Ia sering mengayunkan kakinya dan
mengetuk-ngetukkan jari-jari tangannya pada bangku, menimbulkan kegaduhan yang
jujur saja sangat mengganggu.
“Bisa diam sedikit?”
“Hah?” Ia menolehkan kepalanya
padaku sambil mencabut headset yang menancap di telinganya. Ahh… pantas saja.
“Tidak, lupakan saja.”
Kami kembali sibuk dengan dunia
kami masing-masing. Tapi itu tak berlangsung lama karena pria itu lagi-lagi
menimbulkan bunyi berisik saat membuka bungkusan plastik yang dibawanya. Es
krim?
"Kamu mau?"
Sejenak aku menatapnya dengan
bingung. Siapa orang ini? Tiba-tiba datang lalu meminta untuk duduk di
sampingku, dan sekarang malah menawarkan es krim. Kutolehkan kepalaku ke kanan dan kiri. Bangku
di sebelahku kosong, kenapa orang ini memilih duduk di sebelahku?
“Apa aku mengenalmu?” tanyaku
curiga.
“Tidak.”
“Lalu? Kenapa kamu bisa bersikap
sok akrab seperti ini padaku?”
“Suka saja. Es krim? Tapi makan sisi
yang coklat saja. Yang Strawberry punyaku,” katanya lagi sambil menunjuk batas
yang menunjukkan jatah es krim ku dan miliknya.
Satu kotak besar es krim, dengan
dua rasa dan dua sendok, sungguh sesuatu yang tidak wajar. Tapi aku seakan lupa
nasehat Ibu untuk berhati-hati pada orang asing. Entah kenapa tapi aku merasa
nyaman di sampingnya. Aku malah menerima tawarannya untuk berbagi headset. Dan
kami berdua pun menyendok es krim yang menjadi jatah masing-masing sambil mendengarkan
lagu yang mengalun.
“Ternyata begitu…” kataku
tiba-tiba.
“Apanya?”
“Jatuh cinta. Seperti lirik lagu
yang tadi, jatuh cinta itu biasa saja…” sambungku lagi sambil menyenandungkan salah
satu kalimat dari lagu yang tadi kami dengar.
“Ohh, ya. Kalau begitu cepatlah
jatuh cinta padaku.”
“Eh?”
Ia tersenyum lebar sampai gusinya
terlihat lalu berkata lagi, “Kan jatuh cinta itu biasa saja. Nanti kalau sakit hatimu sudah hilang, kau jatuh
cinta padaku saja, ya?” dan aku hanya bisa terbengong-bengong dibuatnya.
“Ya sudah. Aku pulang… jangan
lupa untuk jatuh cinta padaku, ya?” katanya sambil bangkit berdiri lalu
mengulurkan jari kelingkingnya padaku. “Ya?”
Dan aku tertawa. Entah terhipnotis
atau apa, aku menjulurkan jari kelingking dan menjawab, “Ya.”
Lalu Ia pun melambaikan tangannya
sambil tertawa lagi dan berlari meninggalkanku. Sayup-sayup aku masih mendengar
sorakannya dan mendadak tersenyum. Patah hati lalu jatuh cinta, apakah ini bisa
terjadi hanya dalam hitungan jam? Walau semua masih tanda tanya, tapi kurasa
itu mungkin saja terjadi, karena kamu manis. Karena kamu manis, kataku.
Kayanya klo gw jadi cewe yang disini ga bakal bisa begitu deh. Apalagi klo sampe nawarin makanan, ingetannya langsung ke orang yang suka ngehipotis :))
BalasHapusIya juga sih. :|
HapusTapi ya gitu deh.
Yang nawarin ganteng jadinya saya nerima-nerima aja. *loh?
Waahh... Stany lemah sama orang ganteng ternyata *kode buat pada cowo* :p
HapusWkwkwk XD
HapusMaklum lah, Tam. Kan jomblo. *ups