Rabu, 18 Januari 2012

Sepucuk surat (bukan) dariku

Aku sedang sibuk di dapur ketika Rony datang. Kuabaikan klakson mobil Rony yang berbunyi beberapa kali untuk dibukakan pintu. Toh dia punya kunci sendiri.
"Kok pintunya tak dibukakan?" katanya dengan nada kesal yang dibuat-buat, tapi lagi-lagi aku lebih memilih menekuni masakan yang berada di depanku.
Lalu tiba-tiba Ia memelukku dari belakang. Kurasakan kedua tangannya mendekap erat pinggangku dan hembusan nafasnya yang menyapu rambutku. Sangat menyenangkan rasanya disayangi seperti ini. Rony memang semakin perhatian sejak kami menikah setahun yang lalu.
"Terima kasih, sayang. Suratnya sudah aku baca..." ujarnya sambil mengeratkan pelukannya.
"Surat?"
"Ya. Ini..." katanya lagi sambil menunjukkan sebuah amplop putih tanpa nama pengirim. Hanya tertulis 'Untuk Rony yang kusayangi...'
"Aku bahagia sekali. Akhirnya kita dikaruniai seorang anak. Tuhan sudah menjawab doa kita."
"I... Itu..."
"Awalnya kukira kau hanya ingin menjahiliku dengan mengirim surat yang hanya bertuliskan 'aku hamil!' tapi tak tahunya di dalam amplop masih ada ini..." katanya lagi sambil menunjukkan sebuah test pack. Positif.
Dan Ronypun meninggalkanku yang berdiri terdiam, terlanjur gembira dengan kenyataan bahwa Ia telah menjadi Ayah walau nyatanya yang mengandung anak itu, wanita itu dan pengirim surat itu... bukan aku.

5 komentar: