Senin, 13 Februari 2012

LIFE is...


Nama : Stany Cecilia
Judul : LIFE is...
Judul lagu : YUI - LIFE

“Lalu… Katakanlah padaku apa itu hidup…”

            Sam sedang menggerutu tentang anak-anak yang mengamen di depan restoran ketika Doni tiba. Ia terus mengucapkan, “Kenapa mereka tidak sekolah?” dan “Merusak penglihatanku saja!” bahkan setelah Doni sudah selesai mengecek keadaan dapur. Ia juga menghina cara mereka menyambung hidup yang menurutnya tidak bermutu. “Hidup itu tentang mencari sesuatu yang menguntungkan bagimu, bukannya menghabiskan waktu di jalan dengan menyanyi seperti itu,” begitu katanya. Ia baru berhenti setelah Doni memberi isyarat untuk masuk ke ruangan mereka, ruangan  pemilik restoran, tanda ada yang mau dibicarakan dengan partnernya itu. Sebuah keberuntungan bagi para pegawai restoran karena akhirnya mereka bisa terbebas dari si kaktus – julukan para pegawai untuk Sam – pemarah itu.
“Apa yang mau kau bicarakan?” ujar Sam tanpa basi-basi, tapi yang ditanyai malah menuang Espresso pada cangkir kesayangannya lalu menghirupnya perlahan. “Hei, apa kau mendengar pertanyaanku?” tambahnya lagi saking tidak sabar.
            Doni tersenyum, diletakkannya cangkir tersebut di atas meja lalu beranjak ke arah satu-satunya jendela yang terdapat di ruangan ini. Di belakangnya Sam memperhatikan gerak-gerik Doni dengan wajah bosan. Tak lama kemudian ia melihat Doni mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Handphone?
“Jadi kau memanggilku ke sini hanya untuk memamerkan handphonemu? Kau benar-benar membuang waktuku, Don,” Sam berbalik dan hendak meninggalkan ruangan tersebut, namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat sebuah lagu mengalun dari handphone tersebut. Lagu berjudul “LIFE” yang dinyanyikan oleh YUI, seorang soloist wanita dari Jepang, yang menjadi lagu kebangsaan mereka saat merintis usaha di bidang kuliner.
Setelah melalui semua hari yang panjang,
Inilah diriku yang sekarang…
Semenjak segala sesuatu menjadi sulit, begitulah mengapa aku tetap hidup.
            Bait terakhir pada lagu tersebut membuat keduanya menarik nafas panjang sambil menatap langit-langit ruangan ini. Dulu tak ada restoran mewah dengan pengunjung yang banyak, hanya ada warung kecil beratap terpal plastik dengan pelanggan yang hanya bisa dihitung dengan jari. Dulu tak ada penerangan yang “wah!”, hanya ada lampu pijar yang tergantung di dekat gerobak mereka di kala malam. Dulu Donilah yang harus memasak, sedangkan Sam membantu sebisanya. Sekarang? Mereka punya koki yang hebat dengan masakan yang selalu dipuji oleh pengunjung yang datang. Masa-masa itu memang tak terlupakan. Saat mereka memutuskan untuk membuka usaha kecil-kecilan, mereka memang menghadapi banyak kesulitan. Apalagi orang tua mereka sama sekali tidak mendukung usaha mereka tersebut. Jadilah mereka berusaha sendiri dari nol.
“Kenapa kau marah-marah tadi?” akhirnya Doni mengeluarkan kalimat pertamanya setelah beberapa menit berlalu. Sam, menatap pandangan penuh arti dari Doni, lalu akhirnya tersenyum dan berkata, “Tidak apa-apa…”
            Doni meraih secangkir Espresso di atas meja yang sudah dingin lalu menyesapnya. Dari jendela  ia bisa melihat Sam yang berjalan menghampiri anak-anak pengamen tadi lalu memberikan beberapa lembar rupiah pada mereka. Dan akhirnya ia tersenyum saat anak-anak itu berlari sambil meneriakkan kata terima kasih pada Sam. Sam sudah mengingat kembali makna hidup yang mereka alami selama ini, yang tercermin pada wajah polos para pengamen cilik tadi. Hidup adalah… tentang berusaha.

2 komentar:

  1. bagus. suka pas endingnya, stany...
    "Hidup adalah… tentang berusaha" :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Tam. :D
      Aishh. Ada typo. -_- *brbbenerin*

      Hapus