Senin, 20 Februari 2012

Survive...



“Kusangka angin kan terus lembut berhembus
Saat langkah ini tersesat dalam kota yang asing
Tapi ternyata… Badai tak pernah mengenal kata permisi.”

                Aku menatap bangunan putih yang berdiri megah di depanku. Hari ini aku harus meninggalkan tempat ini, tempat yang sejak dulu menjadi saksi bisu atas proses diriku menuju kedewasaan. Bunga berwarna-warni yang tumbuh di sekelilingnya bergerak tertiup angin, entah ingin memanggilku kembali atau mungkin malah mengucapkan selamat tinggal.
                Ya, hari ini aku harus meninggalkan rumah ini. Hatiku masih terasa sakit bila mengingat bagaimana kami sekeluarga diusir secara tidak hormat oleh pihak pengadilan yang akan menyita rumah kami. Pakaian kami dilempar begitu saja keluar, Ibuku bahkan sempat ditampar oleh salah satu dari pihak penyita itu. Mengapa ini semua harus menimpa keluargaku?
                Selama ini hidup kami baik-baik saja. Ayah yang bekerja sebagai pejabat pemerintah tak pernah terkait kasus apapun. Beliau juga terkenal dengan sikapnya rajin beramal. Sampai akhirnya media masa mencantumkan nama Ayahku dalam salah satu oknum yang terlibat dalam sebuah kasus korupsi.
                Tak ada yang tahu tentang kebenaran hal tersebut karena Ayah terlanjur pingsan karena terkenan serangan jantung. Sudah dua bulan beliau dirawat di rumah sakit. Sementara kasus itu terkatung-katung, orang-orang yang tak tahu apa-apa itu malah menyita seluruh asset milik keluargaku dan kami pun tiba-tiba menjadi semelarat ini.
                “Sabar ya, nak. Semua pasti ada jalan keluar…” Ibuku terlihat menenangkan adik perempuanku yang menangis sambil memeluknya. Jalanan terlihat begitu ramai, aku sudah lupa berapa banyak kata maaf yang kuucapkan pada orang-orang yang kutabrak karena berjalan sambil melamun. Aku benci untuk mengatakan hal ini, tapi pernahkah kau merasa untuk lebih merasa kasihan terhadap hal lain dibanding kasihan pada anak kucing yang dibuang? Ya, aku benci untuk mengatakan hal ini, karena percaya atau tidak aku lebih memilih untuk merasa kasihan pada diriku yang sekarang.
***
                “Lalu apa rencanamu sekarang?” Gea menyeruput es jeruknya sambil menatap ke arahku. Hari ini aku memutuskan untuk menceritakan semua keluh kesahku pada Gea. Tapi kurasa Gea tak banyak membantu, ia malah membuatku tambah pusing saja.
                “Aku tidak tahu. Apa kau tak bisa mencarikanku pekerjaan?” kataku sambil memelas.
                “Kau tahu aku tak punya banyak koneksi.”
                Kami berdua sama-sama menghela nafas panjang. Aku menyesal telah melibatkan Gea dalam masalahku. Bukankah yang tertimpa masalah adalah keluargaku? Kenapa aku malah memintanya untuk sama-sama merasa pusing memikirkan jalan keluarnya.
                “Lucu ya… bagaimana takdir mempermainkan kita. Kemarin aku masih bisa bersantai denganmu di mall. Makan di restoran mahal, membeli barang-barang bermerk dan menghambur-hamburkan uang orangtuaku. Tapi lihatlah yang terjadi hari ini. Aku miskin…”
                Keheningan yang cukup panjang terjadi di antara kami. Otakku menangkap sebuah potret bahagia yang tersimpan dalam memoriku. Aku bersama keluargaku tertawa sambil menanti pergantian tahun di taman rumah kami. Adik-adikku tertawa dan berlari kesana-kemari. Ahh… andai saja semuanya bisa kembali lagi.
                “Kau tahu, seharusnya kau tak boleh hanya duduk di sini dan mengeluh…”
                Perkataan Gea tiba-tiba terasa menusuk. Apa maksudnya? Kenapa ia seperti tak peduli dengan penderitaanku?
                Kupikir ia akan berhenti sampai di situ, tapi ternyata tidak. Ia melanjutkan, “Kau bukan Rapunzel. Kau bukan putri yang hanya bisa menanti seorang pangeran menyelamatkan dirimu yang terperangkap dalam menara yang dijaga oleh seekor naga. Kau harus berusaha untuk bangkit dan maju. Jangan mau ditertawakan oleh takdir…”
                Aku terperangah mendengar perkataan Gea. Ia benar, aku tak boleh seperti ini. Aku tak boleh mengeluh.
“Inilah hidupku, aku yakin akan baik-baik saja.
Kuulangi kata-kata ini di hatiku.”*
Hidupku sepenuhnya berada di tanganku. Takdir tak boleh mempermainkanku. Asalkan aku berusaha, pasti ada jalan. Aku percaya akan hal itu. Aku percaya...

Note : Lirik lagu YUI - It's My Life

Tidak ada komentar:

Posting Komentar