“Pertama
kali aku tergugah… Dalam setiap kata yang kau ucap
Bila malam tlah datang, terkadang ingin ku tulis semua perasaan.”
Bila malam tlah datang, terkadang ingin ku tulis semua perasaan.”
Aku benci terbangun
tiba-tiba di pagi hari, saat cahaya matahari dengan teganya menyelinap masuk
lewat celah tirai kamarku, memaksa mataku beradaptasi dengan hari yang baru.
Ya! Hari yang baru di
bulan februari. Bulan yang menyibukanku dengan atmosfer semester yang baru dan
ingatan bahwa tahun terakhirku di bangku perkuliahan semakin dekat. Tak terasa
sebentar lagi aku akan meninggalkan status sebagai pelajar dan bergabung dengan
dunia orang dewasa. Dunia yang menurutku membosankan karena kau tak bisa bermanja-manja
lagi pada orangtuamu, tak bisa bertingkah sembarangan dan melanggar aturan yang
kau anggap bodoh, dan tak bisa lagi bersikap masa bodoh pada tanggung jawab
yang diberikan padamu. Terkadang aku ingin seperti Peter Pan saja, tak pernah
tumbuh dewasa. Tapi kenyataan tak akan pernah seperti itu kan?
Sampai
hari itu tiba mungkin aku akan tetap seperti ini. Gadis yang tak pernah ingin
tumbuh dewasa. Mungkin nantinya aku akan belajar untuk menjadi dewasa, tapi aku
tak akan pernah melupakan jiwa kekanak-kanakanku.
Jadi…
Lupakan tentang kedewasaan. Era kedewasaan itu tak akan pernah tiba jika aku
tak bisa menghadapi hari ini kan?
Dan
begitulah. Aku mengawali hari ini dengan meraba-raba sekeliling tempat tidurku
dengan mata yang masih tertutup. Mencari handphone kesayanganku sekedar
mengecek apakah ada telepon atau sms yang masuk. Sampai akhirnya sebuah sms
dari nomor tak dikenal membuat mataku membuka secara sempurna.
"Hei, selamat valentine ya.
Semoga kamu bahagia sama pacar kamu yang baru."
Deg! Sebuah debaran yang familiar
mengalir dari dalam tubuhku. Aku memang tak mengenali nomor yang mengirim sms
ini, tapi aku tahu pasti siapa yang mengirimnya.
Sudah tiga tahun, dan aku masih belum
bisa melupakannya. F, apakah kau baik-baik saja?
*****
“Kata
orang rindu itu indah, namun bagiku ini menyiksa.
Sejenak ku fikirkan untuk ku benci saja dirimu… Namun sulit ku membenci.”
Sejenak ku fikirkan untuk ku benci saja dirimu… Namun sulit ku membenci.”
"Ta..."
Aku memanggil namanya, mengawali
pembicaran lewat telepon yang kurasa akan menjadi pembicaraan yang sangat lama.
Menelpon Tata adalah sebuah rutinitas yang kulakukan apabila aku mengalami hal
yang sangat menyenangkan dan juga (lebih sering) hal yang membuatku menangis.
"Kenapa? Ada masalah?"
"Dia sms aku tadi pagi."
"Dia siapa?"
"Dia... Masa lalu..."
"Eh? F kah?"
Aku menghela nafas saat inisial itu
disebut. Tata memang tahu segalanya tentang aku dan F. Mulai dari awal
perkenalan kami, menyebut satu sama lain sebagai sahabat, dan akhirnya tak bisa
lagi berpura-pura untuk menggunakan persahabatan sebagai tameng antara kami.
Dan saat perpisahan tiba, kata persahabatan yang dulu pernah kami ucapkan tak
lagi teringat. Yang tersisa hanya luka.
“Hellooooo… Masih disana ga sih?”
suara Tata yang agak cempreng membuyarkan lamunanku.
“Ahh… iya, Ta.”
“Terus gimana?” pertanyaan Tata yang
tiba-tiba membuatku terdiam lagi.
“Aku… Ga tau, Ta…” jawabku akhirnya.
Aku memang tak tahu apa yang harus kulakukan. Tiga tahun ternyata tak cukup
bagiku untuk memikirkan apa yang harus kulakukan bila Ia kembali lagi.
“Sissy… Kamu masih sayang ngga sama
dia?"
"Sayang? Entah... Udah tiga tahun
dan aku masih ga bisa ngelupain dia…" jawabku menggantung.
"Tiga tahun ya? Hmm..."
Dan Ia malah bergabung dalam aksi
diamku. Entah karena ingin menunggu respon duluan dariku, atau karena Iapun
merasakan kebimbangan yang sama. Dan keheningan itu terus berlanjut sampai jam
kuliah Tata dimulai sehingga terpaksa kami harus menutup pembicaraan kami.
Lalu disinilah aku,
duduk sendirian di salah satu meja kantin sambil bertopang dagu. Ahh...
Seharusnya aku tidak membuat Tata pusing dengan masalahku. Pasti sekarang dia
jadi tak konsen dengan kelas yang dia ikuti. Aku harus mengirim sms supaya dia tidak
khawatir lagi.
Sms, ya sms. Aku juga belum membalas
sms si F. Apa sekalian ku balas juga? Tapi... Kalau terus-terusan begini aku
tak akan pernah bisa melupakannya kan?
Dan entah mengapa,
memori saat kami pacaran dulu serasa berputar mundur di kepalaku. Saat-saat
berharga yang kami lewati, kejutan saat aku berumur 17 tahun, serta hadiah
valentine yang katanya adalah novel Harry Potter yang berganti rupa menjadi
buku kumpulan soal Ujian Nasional. Semuanya masih terasa seperti kemarin. Bunga
mawar merah yang Ia berikan juga masih menebarkan wangi yang sama. Tapi, apa
kisah kami akan sama seperti dulu? Apa ini bisa dimulai lagi?
"Iya. Happy valday. Btw, apa
kabar?"
Ya... Aku sudah menekan tombol send.
Dan sepertinya aku harus mengutuk diriku sendiri menjadi batu karena menanyakan
kabarnya. Kalau begitu pembicaraan kami akan terus berlanjut kan?
"Kabar aku baik. Semoga kamu juga
baik-baik aja disana bareng keluarga sama pacar."
Pacar baru? Kenapa Ia terus
menyinggung soal pacar baru? Apa ini sindiran? Atau mungkin sebenarnya dialah
yang sudah punya pacar lagi atau bahkan... Menikah?
"Pejamkan
mata bila... Ku ingin bernafas lega..."
Jam kuliah hari ini
telah berakhir. Aku sempat mengirim sms ke Tata soal sms 'F' tadi dan Tata juga
belum bisa memberi solusi untukku. Apa yang harus kulakukan?
Aku tak pernah berpikir
bahwa Ia akan kembali lagi. Semuanya sudah berakhir, dan aku juga tak pernah
punya niat untuk memulainya lagi. Tapi keraguan yang muncul saat ini membuatku
bertanya lagi, apa aku masih menyayanginya?
"Hei! Lama ya
nunggunya?" suara seorang gadis yang menghampiri pacarnya tepat di bangku
taman di sebelah tempatku duduk membuat lamunanku buyar. Hari ini Valentine
kan? Sepertinya aku salah memilih tempat untuk merenung. Hanya menambah sakit hatiku
saja melihat beberapa pasangan yang bergandeng tangan dan menghabiskan waktu di
taman ini. Berpegangan tangan, aku ingin memegang tangannya. Hanya sekali, dan
meminta maaf atas luka yang kutorehkan. Tapi aku tak tahu kapan aku bisa
mewujudkan hal itu.
“Dalam
anganku aku berada di satu persimpangan jalan yang sulit ku pilih…”
Valentine hampir
berakhir dan aku masih tidak bisa menjawab semuanya, dan mungkin tak akan
pernah bisa menjawabnya.
Untuk F, semoga kamu
bahagia. Aku tak pernah menyesali apa yang telah kita mulai, karena semuanya
sangat indah bagiku. Dimanapun kamu berada saat ini, entah sendiri atau berdua,
semoga kamu bahagia. Happy Valentine.
“Ku
peluk semua indah hidupku. Hikmah yang ku rasa sangat tulus…
Ada dan tiada cinta bagiku tak mengapa namun ada yang hilang separuh diriku.”
Ada dan tiada cinta bagiku tak mengapa namun ada yang hilang separuh diriku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar