Kamis, 20 Oktober 2011

Valentine ke 20...




“Pertama kali aku tergugah… Dalam setiap kata yang kau ucap
Bila malam tlah datang, terkadang ingin ku tulis semua perasaan.”

Aku benci terbangun tiba-tiba di pagi hari, saat cahaya matahari dengan teganya menyelinap masuk lewat celah tirai kamarku, memaksa mataku beradaptasi dengan hari yang baru.
Ya! Hari yang baru di bulan februari. Bulan yang menyibukanku dengan atmosfer semester yang baru dan ingatan bahwa tahun terakhirku di bangku perkuliahan semakin dekat. Tak terasa sebentar lagi aku akan meninggalkan status sebagai pelajar dan bergabung dengan dunia orang dewasa. Dunia yang menurutku membosankan karena kau tak bisa bermanja-manja lagi pada orangtuamu, tak bisa bertingkah sembarangan dan melanggar aturan yang kau anggap bodoh, dan tak bisa lagi bersikap masa bodoh pada tanggung jawab yang diberikan padamu. Terkadang aku ingin seperti Peter Pan saja, tak pernah tumbuh dewasa. Tapi kenyataan tak akan pernah seperti itu kan?
            Sampai hari itu tiba mungkin aku akan tetap seperti ini. Gadis yang tak pernah ingin tumbuh dewasa. Mungkin nantinya aku akan belajar untuk menjadi dewasa, tapi aku tak akan pernah melupakan jiwa kekanak-kanakanku.
            Jadi… Lupakan tentang kedewasaan. Era kedewasaan itu tak akan pernah tiba jika aku tak bisa menghadapi hari ini kan?
            Dan begitulah. Aku mengawali hari ini dengan meraba-raba sekeliling tempat tidurku dengan mata yang masih tertutup. Mencari handphone kesayanganku sekedar mengecek apakah ada telepon atau sms yang masuk. Sampai akhirnya sebuah sms dari nomor tak dikenal membuat mataku membuka secara sempurna.

"Hei, selamat valentine ya. Semoga kamu bahagia sama pacar kamu yang baru."

Deg! Sebuah debaran yang familiar mengalir dari dalam tubuhku. Aku memang tak mengenali nomor yang mengirim sms ini, tapi aku tahu pasti siapa yang mengirimnya.
Sudah tiga tahun, dan aku masih belum bisa melupakannya. F, apakah kau baik-baik saja?
*****
“Kata orang rindu itu indah, namun bagiku ini menyiksa.
Sejenak ku fikirkan untuk ku benci saja dirimu… Namun sulit ku membenci.”

"Ta..."
Aku memanggil namanya, mengawali pembicaran lewat telepon yang kurasa akan menjadi pembicaraan yang sangat lama. Menelpon Tata adalah sebuah rutinitas yang kulakukan apabila aku mengalami hal yang sangat menyenangkan dan juga (lebih sering) hal yang membuatku menangis.
"Kenapa? Ada masalah?"
"Dia sms aku tadi pagi."
"Dia siapa?"
"Dia... Masa lalu..."
"Eh? F kah?"
Aku menghela nafas saat inisial itu disebut. Tata memang tahu segalanya tentang aku dan F. Mulai dari awal perkenalan kami, menyebut satu sama lain sebagai sahabat, dan akhirnya tak bisa lagi berpura-pura untuk menggunakan persahabatan sebagai tameng antara kami. Dan saat perpisahan tiba, kata persahabatan yang dulu pernah kami ucapkan tak lagi teringat. Yang tersisa hanya luka.
“Hellooooo… Masih disana ga sih?” suara Tata yang agak cempreng membuyarkan lamunanku.
“Ahh… iya, Ta.”
“Terus gimana?” pertanyaan Tata yang tiba-tiba membuatku terdiam lagi.
“Aku… Ga tau, Ta…” jawabku akhirnya. Aku memang tak tahu apa yang harus kulakukan. Tiga tahun ternyata tak cukup bagiku untuk memikirkan apa yang harus kulakukan bila Ia kembali lagi.
“Sissy… Kamu masih sayang ngga sama dia?"
"Sayang? Entah... Udah tiga tahun dan aku masih ga bisa ngelupain dia…" jawabku menggantung.
"Tiga tahun ya? Hmm..."
Dan Ia malah bergabung dalam aksi diamku. Entah karena ingin menunggu respon duluan dariku, atau karena Iapun merasakan kebimbangan yang sama. Dan keheningan itu terus berlanjut sampai jam kuliah Tata dimulai sehingga terpaksa kami harus menutup pembicaraan kami.
Lalu disinilah aku, duduk sendirian di salah satu meja kantin sambil bertopang dagu. Ahh... Seharusnya aku tidak membuat Tata pusing dengan masalahku. Pasti sekarang dia jadi tak konsen dengan kelas yang dia ikuti. Aku harus mengirim sms supaya dia tidak khawatir lagi.
Sms, ya sms. Aku juga belum membalas sms si F. Apa sekalian ku balas juga? Tapi... Kalau terus-terusan begini aku tak akan pernah bisa melupakannya kan?
Dan entah mengapa, memori saat kami pacaran dulu serasa berputar mundur di kepalaku. Saat-saat berharga yang kami lewati, kejutan saat aku berumur 17 tahun, serta hadiah valentine yang katanya adalah novel Harry Potter yang berganti rupa menjadi buku kumpulan soal Ujian Nasional. Semuanya masih terasa seperti kemarin. Bunga mawar merah yang Ia berikan juga masih menebarkan wangi yang sama. Tapi, apa kisah kami akan sama seperti dulu? Apa ini bisa dimulai lagi?

"Iya. Happy valday. Btw, apa kabar?"

Ya... Aku sudah menekan tombol send. Dan sepertinya aku harus mengutuk diriku sendiri menjadi batu karena menanyakan kabarnya. Kalau begitu pembicaraan kami akan terus berlanjut kan?

"Kabar aku baik. Semoga kamu juga baik-baik aja disana bareng keluarga sama pacar."

Pacar baru? Kenapa Ia terus menyinggung soal pacar baru? Apa ini sindiran? Atau mungkin sebenarnya dialah yang sudah punya pacar lagi atau bahkan... Menikah?

"Pejamkan mata bila... Ku ingin bernafas lega..."

Jam kuliah hari ini telah berakhir. Aku sempat mengirim sms ke Tata soal sms 'F' tadi dan Tata juga belum bisa memberi solusi untukku. Apa yang harus kulakukan?
Aku tak pernah berpikir bahwa Ia akan kembali lagi. Semuanya sudah berakhir, dan aku juga tak pernah punya niat untuk memulainya lagi. Tapi keraguan yang muncul saat ini membuatku bertanya lagi, apa aku masih menyayanginya?
"Hei! Lama ya nunggunya?" suara seorang gadis yang menghampiri pacarnya tepat di bangku taman di sebelah tempatku duduk membuat lamunanku buyar. Hari ini Valentine kan? Sepertinya aku salah memilih tempat untuk merenung. Hanya menambah sakit hatiku saja melihat beberapa pasangan yang bergandeng tangan dan menghabiskan waktu di taman ini. Berpegangan tangan, aku ingin memegang tangannya. Hanya sekali, dan meminta maaf atas luka yang kutorehkan. Tapi aku tak tahu kapan aku bisa mewujudkan hal itu.

“Dalam anganku aku berada di satu persimpangan jalan yang sulit ku pilih…”

Valentine hampir berakhir dan aku masih tidak bisa menjawab semuanya, dan mungkin tak akan pernah bisa menjawabnya.
Untuk F, semoga kamu bahagia. Aku tak pernah menyesali apa yang telah kita mulai, karena semuanya sangat indah bagiku. Dimanapun kamu berada saat ini, entah sendiri atau berdua, semoga kamu bahagia. Happy Valentine.

“Ku peluk semua indah hidupku. Hikmah yang ku rasa sangat tulus…
Ada dan tiada cinta bagiku tak mengapa namun ada yang hilang separuh diriku.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar