Jumat, 28 Oktober 2011

Tinker Bell's Love



Fly to who you are
Climb upon your star
You believe you'll find
Your wings
Fly
Selena Gomez : Fly to Your Heart

Pagi hari tiba terlalu cepat, mengakhiri waktu tidurku yang akhir-akhir ini semakin terbatas. Aku meraba pipiku yang terasa agak panas, ya bersemu merah lagi karena mimpi indah yang kualami. Ahh… hari yang baru. Apa yang menantiku hari ini?

"Din... Bangun. Kuliah jam berapa hari ini?" Bunda mengetuk pintu kamarku sambil mengatakan kalimat yang sama setiap kali Ia membangunkanku.

"Udah bangun kok, Bun..." kataku membuka pintu sambil menguap dan melanjutkan, "lagian hari ini kuliahnya jam sepuluh..." saat Bunda hendak melontarkan nasehatnya untuk cepat-cepat bersiap agar tak terlambat.

“Ya sudah. Cepat turun terus sarapan ya,” kata Bunda lagi lalu berjalan menuruni tangga.

“Iya, Bun,” sahutku. Tapi alih-alih bersiap-siap untuk ke kampus, Aku malah merebahkan tubuhku lagi ke kasur kesayanganku, menarik sebuah diary yang kusimpan di bawah bantal, dan menatap foto yang terselip dalam diary itu.

‘Selamat ulang tahun, Ga. Aku berdoa semoga kau bisa segera menyadari kehadiranku. Doa yang agak egois, ya? Tapi… boleh kan kalau aku sedikit egois?’ kataku dalam hati sambil menatap foto itu lekat-lekat.

Sudah hampir empat tahun dan aku masih tidak bisa melupakannya. Aku masih ingat bagaimana pertemuan kami pertama kali. Kursi taman, berbagi es krim, hmm… terlihat seperti kencan bukan?

Tapi yang terjadi selanjutnya tak semanis mimpi-mimpi yang membuat pipiku bersemu merah saat aku terbangun. Hubungan kita hanya sebatas teman, tak akan pernah lebih. Apakah aku pantas untuk merasa cemburu? Hari inipun aku masih menanyakan hal yang sama, saat melihat jemari yang kusukai itu saling bertaut dengan jemari yang lain. Ya, kau melewatkanku lagi.
*****

 Bila mimpi tentangmu adalah hujan
Biarlah Aku menari di bawah percikannya dan tak pernah terjaga

Bila mimpi tentangmu adalah sayap
Biarlah Aku terbang, berdiang di atas awan dan tak pernah menapak bumi

Karena mencintaimu... adalah sebuah mimpi indah yang tak pernah ingin ku akhiri

“Puisi lagi…” kata Angga sambil mengibas-ngibaskan sebuah amplop berwarna biru langit yang terselip di antara celah lokernya. “

“Ya… Kurasa begitu,” sahutku pendek.

“Aku heran. Kenapa orang ini selalu mengirim surat di hari Jumat? Memangnya ada yang spesial dari hari ini?” tanyanya lagi sambil membolak-balik amplop itu.

“Entahlah, mana aku tahu,” jawabku lalu menutup loker dan berlalu dari hadapannya.

“Hmm… Pasti Rara. Siapa lagi coba selain pacarku yang paling cantik itu. Iya kan, Din?’

“Aku kan udah bilang ga tahu! Maksa banget sih!” kataku berang. Itu tulisanku! Itu puisiku! Bagaimana bisa gadis bodoh seperti dia menulis puisi?

Ya! Bagaimana bisa gadis sebodoh dia menulis puisi? Aku masih ingat bagaimana Rara mengaku-ngaku kalau puisi itu ditulis olehnya. Dan yang tak kalah bodohnya, Angga malah percaya pada bualan gadis jahat itu.

“Hei! Kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini marah-marah terus,” tanyanya bingung.

“Aku…” aku menatap matanya, mencoba mengatakan semuanya. Tapi yang terlontar dari mulutku hanyalah kata, “lupakan…” lalu pergi meninggalkan Angga yang menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.

Dan begitulah. Lupakan. Kata yang sebenarnya lebih kutujukan pada diriku sendiri. Lupakan dia, Dina. Berhenti mengiriminya puisi setiap hari jumat. Berhenti mencintainya. Berhentilah…

Be true, true to yourself and you'll be magic
Be kind, believe in others
help and you'll make magic
Jonatha Brooke : Be True

*****

I'm just Tinker Bell that will never be Wendy
You just have to say, "I do not believe in fairies..." then I will actually dissappear from your life
I'm just Tinker Bell that will never be Wendy
But I'll still love you, in a place you never think is there.

Aku menyenandungkan lirik asal-asalan yang kuciptakan setelah menonton film Peter Pan. Sesaat aku merasa seperti Tinker Bell, peri kecil yang terus mencintai Peter tapi tak pernah mendapat balasan. Tapi bedanya Tink lebih kuat dariku. Ia terus mendukung Peter dengan tulus walaupun ia hanya bisa memiliki Peter sebatas seorang sahabat. Bisakah aku setulus itu?

Sudah seminggu aku tak berbicara dengan Angga. Aku memang sengaja menghindarinya. Aku tak ingin terus menerus bertahan pada harapan palsu yang kuciptakan sendiri. Aku harus berusaha melupakannya. Tapi bumi sepertinya tak pernah berhenti berputar dalam galaksi Angga. Ia terlihat biasa-biasa saja. Masih tertawa-tawa dengan pengirim puisi palsu itu. Ia masih bisa bahagia, bahkan tanpa kehadiranku.

“Apakah kau sudah melupakanku?” kataku lirih sambil menatap dirinya yang tertawa bahagia.

I wanna fly as high as the sky
Spend the pixie dust that I have, then forget you
But it was difficult
Could I be with you much longer?

Aku tak sanggup lagi melanjutkan nyanyianku. Mataku mulai berkabut, air mataku mengalir saat aku mengingatnya. Inikah saat yang tepat untuk melupakannya?
Apakah kau pernah mendengar dongeng tentang Peter Pan?
Pasti ya...
Tapi pernahkah kau mengingat peri kecil yang bersinar mengelilinginya?

Ya, itu Aku.
Akulah Tinker Bell.
Dan kau adalah Peter Pan.

Aku selalu terbang mengelilingimu,
Menemanimu.

Namun... Kini kau melupakanku.
Peter Pan bukan anak-anak lagi.
Ia mengenal cinta dan tumbuh dewasa.

Perlahan cahayaku mulai meredup.
Aku tak sanggup lagi terbang dengan debu pixie.
Kau tahu kenapa?
Karena kenangan bahagia yang ku miliki mulai memudar, kenangan tentang kebahagiaanku denganmu.

Apakah ini saatnya Tink menghilang dari kehidupan Peter?
Kurasa ya.

Aku menyelipkan kertas tersebut di loker Angga. Ya... Aku harus melupakannya. Hari ini dan seterusnya, aku harus menghilang dari hidupnya.

*****

If you follow, follow the voice in your heart
Always know that’s how to find who you are
So hold on, never let go of your dreams
You’ll see the magic, believing is where it begins
Life is a beautiful thing
Let your heart sing
(Let your heart sing, let your heart sing, let your heart sing)
 Katharine McPhee : Let Your Heart Sing


“Apakah kau tahu? Bahkan Peter Pan bisa saja mencintai Tink.”
“Setiap kali orang dewasa berkata ‘Aku tak percaya bahwa peri itu ada…’ aku akan berlari ke tempat kau berada dan berteriak sekencang-kencangnya ‘Aku percaya peri itu ada!.”
           
Aku membaca kalimat terakhir yang ditulis Angga di buku hariannya sambil tersenyum pahit. Sudah tiga tahun aku tak bertemu dengan Angga. Dan apakah kalian tahu? Angga, yang selama ini kukira tak pernah menyadari perasaanku, ternyata mencintaiku lebih dari yang kutahu. Setidaknya itulah yang bisa kucerna dari buku harian yang ditinggalkannya di dalam lokerku di hari sebelum kelulusan kami.

Angga selalu mengamatiku yang senang menghabiskan waktu di taman dekat rumah, tapi tak pernah berani menghampiriku. Sampai akhirnya ia  melihatku menangis, dan dimulailah perkenalanku dengan Angga.

Hanya sebatas sahabat, tak lebih. Dengan status seperti inilah Angga terus mencintaiku. Ia jelas-jelas tahu siapa yang mengirim puisi setiap Jumat. Pertemuan kami pertama kali adalah hari jumat. Jadi siapa lagi yang menulis puisi ini selain aku?

Ia sengaja memanas-manasiku dengan pacaran dengan Rara. Tapi semuanya berakhir setelah aku mulai menjauhinya. Angga terus berusaha untuk mengatakannya padaku. Tapi kecemburuan telah membutakan mataku dan semuanya menjadi terlalu terlambat bagiku.

"Kak!!" aku tersadar dari lamunanku karena teriakan gerombolan anak kecil yang berlari-lari kecil menghampiriku.

"Hei!" sapaku riang lalu memeluk mereka semua.

"Hari ini cerita lanjut cerita Tinkerbellnya lagi dong, kak..." celetuk Shinta.

"Lagi? Memangnya ga bosen?" tanyaku pada mereka dan dibalas oleh gelengan kepala sambil tertawa bersemangat.

"Hmm... Oke hari ini kakak ceritain tentang Tinkerbell lagi..."

"Horeeee!!!"

"Tinkerbell adalah seorang peri kecil. Suaranya seperi dentingan lonceng dan selalu terbang mengelilingi Peter Pan sahabatnya menyerupai benda kecil yang bersinar. Ketika seorang bayi tertawa untuk pertama kalinya, tawanya pecah menjadi ribuan bagian dan semuanya pergi sambil berlompat-lompat, dan itulah awal dari peri..." kataku memulai.

"Jadi Tinkerbell itu betul-betul ada, kak?" tanya Donny disambut oleh anggukan teman-temannya.

"Hmm..." aku memutar bola mataku dan berpikir sejenak, "Itu..."

"Kak Dina... Kak Dina... Ada yang kasih ini ke Kak Dina," tiba-tiba kata-kataku terpotong karena teriakan Audy yang berlari ke arahku dengan es krim di tangannya.

"Es krim? Dari siapa?"

"Dari kakak yang disana... Katanya namanya Peter Pan." jawab Audy polos.

"Peter?" tanyaku bingung lalu mengalihkan mataku ke tempat 'Peter Pan' yang ditunjuk Audy, dan seketika tubuhku mematung.

"Hei... Berminat untuk terbang ke bintang kedua ke arah kanan, dan lurus sampai pagi menjelang?" katanya sambil terkekeh lalu menarikku dalam pelukannya. "Kangen sama  Peter Pan, Tink?"

"Bodoh..." jawabku lalu membalas pelukannya.

The second star to the right... Shines in the night for you
To tell you that the dreams you plan
Really can come true
The second star to the right... Shines with a light that's rare
And if it's Never Land you need
It's light will lead you there


Twinkle, twinkle little star... So I'll know where you are
Gleaming in the skies above
Lead me to the one who loves me


And when you bring him my way
Each time we say "Goodnight"
We'll thank the little star that shines
The second from the right
(Peter Pan Ost.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar