Sabtu, 08 September 2012

P. S. I Love You

Delay...”

Aku melirik jam besar yang menggantung di dinding dekat salah satu loket check-in lalu mengalihkan pandanganku pada jadwal kedatangan pesawat pada hari ini. Waktu kedatangannya sudah lewat. Seharusnya pesawat jenis Boeing 737 yang bertolak dari Narita itu sudah mendarat sejak 45 menit yang lalu, tapi tentu saja penundaan seperti ini memang sering terjadi.


‘Ah, seharusnya tadi aku tak cepat-cepat kemari...’ aku membatin sambil menatap rupaku yang masih berbalut pakaian kantor, kemeja putih yang dipadupadankan dengan rok abu-abu. Untung saja blazerku sudah kutinggalkan di dalam mobil, kalau tidak aku pasti disangka sedang menjemput klien bisnisku. Belum ada tanda-tanda kalau pesawat itu akan segera tiba, sementara perutku sudah mulai keroncongan. Lagi-lagi alasan untuk menyesal buru-buru datang ke sini bertambah satu, lapar. Apa aku pergi mencari makanan dulu saja?

“Hei!” sebuah suara bariton mengagetkanku. Seorang pria dengan dua koper besar dan ransel hitam di punggungnya berlari ke arahku. Matanya coklat, senyumnya menarik. Tampan.

“Sudah menunggu lama?” katanya.

“Ya... sudah enam bulan lebih dua belas hari 47 menit sepersekian detik.”

Aku tertawa mendengar nada kesal bercampur manja yang keluar dari mulut gadis di sebelahku. Gadis ini datang bersamaan denganku, tepat seperti jadwal kedatangan pesawat tersebut. Tapi karena keterlambatan yang ada, ia hanya bisa menggerutu pada selembar foto yang dipegangnya.

Ah, another long distance relationshipper. Mereka berpelukan satu sama lain, dan pria tersebut mengecup puncak kepala si gadis. Manis sekali ya, aku juga ingin cepat-cepat bertemu dengan orang itu dan memeluknya.

Tapi yang bisa kulakukan hanya bersabar kan?

“Dinda?”

Lagi-lagi aku dikagetkan dengan suara bariton yang lain, dan aku tersenyum saat menatap ke arah suara itu. Orang yang kutunggu sudah datang.

“Maaf, tadi ada sedikit masalah jadi keberangkatannya ditunda. Udah nunggu lama?” kata pria bernama Andre itu sambil tersenyum ramah padaku. Ia terlihat terengah-engah, mungkin ia sengaja berlari kemari.

“Nggak apa-apa kok. Bagaimana tadi perjalanannya? Aman kan?”

“Ya, aman-aman saja. Ah, mana barang yang ingin kautitipkan pada Bayu? Aku harus segera menyiapkan diri untuk penerbangan selanjutnya ke Singapura,” jawabnya lagi lalu segera berlalu setelah menerima titipan tersebut dan mendapatkan ucapan terima kasih dariku.

Aku tersenyum saat menatap sosok Andre yang semakin menjauh. Andre adalah seorang pilot, sama seperti suamiku Bayu. Mereka bersahabat sudah sejak lama, jadi aku bisa menitipkan benda penting tadi untuk Mas Bayu yang katanya akan bertukar posisi dengan Andre untuk menerbangkan Boeing 737 itu lagi dari Singapura ke Paris. Menjadi istri seorang pilot memang butuh kesabaran karena selain harus menerima kenyataan kalau ia tak akan selalu ada di sampingku, aku juga harus bisa mencari dan memanfaatkan kesempatan yang ada seperti saat ini... untuk mengirimkan hasil tes kehamilanku yang dinyatakan positif oleh dokter.

Lagi-lagi aku tersenyum, memutar sebuah rekaman suara yang tersimpan dalam folder handphoneku sambil berjalan menuju mobil, lalu mendengar suara bariton yang paling kusukai menyanyikan sebuah lagu, suara Mas Bayu.

“Treasure these few words ‘til we’re together,

Keep all my love forever,

P. S. I Love You.”

Dear, Mr. Pilot. Selamat karena kau sudah menjadi seorang ayah.

P. S. I love you.
posted from Bloggeroid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar