Selasa, 30 Oktober 2012

Lullaby and Good Night


“Jangan... jangan bunuh saya...”

Seorang gadis berseragam putih abu-abu memohon pada sosok yang tengah bernyanyi sambil memainkan piano. Dia mengangkat tangan kanannya dengan gemetar, tangan kirinya menahan darah yang terus mengalir dari perutnya karena tertusuk oleh pisau.
“Jangan?” kata sosok itu sambil tersenyum meremehkan tanpa menghentikan aktifitasnya, “manusia yang tidak punya bakat sepertimu harus dilenyapkan, kau tau itu kan?” katanya lagi, tapi gadis itu hanya terus menangis. Tiba-tiba terdengar nada tak beraturan yang keras dari piano.
“Jawab!”
“Jangan... bunuh saya...” tangisan gadis itu terdengar semakin keras.
“Ssstt... jangan ribut,” sosok itu berdiri lalu menempelkan telunjuk kanannya di depan bibir gadis tersebut, “kau ingin hidup?” katanya lagi pada gadis itu lalu disambut oleh sebuah anggukan, “Nyanyikan sebuah lagu untukku, ya?”
“Kalau a... aku ber... nyanyi... a... aku gak akan... mati?” kata gadis itu terbata-bata sambil menahan tangis dan rasa sakit di perutnya.
“Ya... bernyanyilah... nyanyikan ‘Lullaby and Good Night’ untukku.”
Kemudian gadis itu bernyanyi, di ruang musik yang hanya diterangi oleh cahaya purnama pada malam itu. Namun belum sempat lagu itu selesai, sebuah tusukan beruntun mendarat tepat di lehernya, kemudian rongga dadanya, dan nyanyian itu tak akan pernah diselesaikannya.
_-_

“Lagi-lagi seorang murid dari klub musik terbunuh,” hanya kalimat itu saja yang mampu diucapkan oleh Bu Nala saat ia menelepon Airin karena selanjutnya ia hanya menangis. Bu Nala adalah guru musik di sebuah sekolah yang baru-baru ini menjadi lokasi pembunuhan beruntun pada murid klub musik, sementara Airin adalah murid kesayangannya merangkap ketua klub musik yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
“Aku akan segera ke sana, Bu. Ibu tenang saja,” jawab Airin mencoba menenangkan Bu Nala.
“Ya... Cepatlah kemari...”
Airin mengakhiri pembicaraan tersebut kemudian menyambar kunci mobil. Dia harus segera ke sekolah dan bertemu dengan Bu Nala. Bu Nala pasti sangat sedih jadi ia harus menghiburnya.
Sekolah terlihat sepi saat Airin memarkirkan mobilnya di depan sekolah, namun gerbangnya masih terbuka. Langit sudah terlihat kemerahan, karena hari sudah sore. Cepat-cepat Airin melangkah masuk ke dalam gedung sekolah, lalu menaiki tangga menuju ruang musik yang berada di lantai tiga.
“Bu Nala?”
“Airin? Itu kamu?”
“Iya, Bu. Ibu baik-baik saja kan?”
“Airin...” Bu Nala tiba-tiba berlari ke arahnya lalu memeluknya.
“Tenang, Bu. Semua pasti akan baik-baik saja. Tenang saja...”
“Ini pasti karena Lea! Lea marah pada kita...”
“Tidak mung...”
Tiba-tiba kalimat Airin terhenti, sebuah pisau tertancap di perutnya membuat kaus putihnya kini berubah warna menjadi merah karena darah yang keluar dari perutnya yang tertusuk.
“Bu... Bu Nala”
“Siapa Bu Nala?”
“Ke... Kena... pa...?” seru Airin terbata sambil memegangi perutnya.
Bu Nala tersenyum sambil memegang pisau berlumur darah milik Airin. “Aku bukan Bu Nala, aku Lea.”
“Lea? Tapi... kamu... tidak mungkin.”
“Sudah meninggal? Hahahahaha... Memangnya kamu ga pernah dengar tentang orang yang kerasukan? Aku memang sudah mati! Dibunuh sama kamu, Bu Nala dan anak klub musik! Kamu puas kan, Airin?”
“Le.. a... aku mohon... a... ku... dan Bu Na.. la ga... ngebu... nuh kamu. Kamu bu... nuh diri...”
“Aku bunuh diri karena kalian!” teriak Lea yang berada dalam tubuh Bu Nala sambil melotot. Ia mengangkat pisau yang penuh dengan darah Airin tinggi-tinggi.
“Ja... jangan... Lea...”
“Jangan bunuh kamu? Hahahaha! Aku sudah biasa mendengarnya dari mulut murid-murid klub musik yang kubunuh. Hahahahaha!”
“Le... a...”
“Sekarang saatnya kamu ngerasain bagaimana sakitnya aku saat bunuh diri karena frustasi selalu dihina sebagai murid ga berbakat...”
Airin terdiam mendengar perkataan Lea. Kalimat-kalimat ejekan yang ia lontarkan pada Lea tiba-tiba berebutan masuk dalam ingatannya.
“Kalau ga punya bakat, ga usah gabung di klub musik! Lo pikir ini TK apa?!”
“Udah tinggalin aja dia! Segitu aja udah nangis! Cengeng!”

Lullaby and good night, with roses bedight
With lilies over spread is baby’s sweet head
Lay thee down now and rest, may thy slumber be blessed...

Lea menyanyikan lagu nina bobo kesukaannya lalu tersenyum manis pada tubuh Airin yang tak bernyawa, kemudian menusuk tubuh yang dirasukinya.
_-_

“Lo tau ga tentang cerita hantu di kelas musik? Katanya kalo kita lewat di depan ruang musik, ada suara piano sama orang nyanyi gitu!”
“Masa sih?”
“Iya, ceritanya sih ada beberapa murid yang dibunuh sama guru musik di sekolah ini. Terus karena seram, klub musik akhirnya ditutup.”
“Terus guru itu udah ditangkap polisi kan?”
“Enggak... katanya dia udah meninggal. Jasadnya ditemukan di ruang musik sama ketua klub mjusik... dua-duanya mati karena kehabisan darah.”
“Jangan cerita horor ah! Ini kan Halloween...”
“Ih! Tapi itu beneran...”
 “Bodo!”

Lullaby and good night, with roses bedight

“Lo denger sesuatu ga sih?”
“Apa?”
“Ada yang nyanyi...”

With lilies over spread is baby’s sweet head

“Eh iya...”
“Tuh kan...”
“Ada suara pianonya juga...”

Lay thee down now and rest, may thy slumber be blessed...

Kedua murid itu serentak berhenti dan menatap palang bertuliskan ruang musik yang tergantung di depan pintu di sebelah kiri mereka. Bulu kuduk mereka berdiri.

Kriet...

Tiba-tiba pintu ruang musik itu terbuka, kedua murid itu ingin berlari namun tubuh mereka serasa kaku. Delapan sosok dengan tubuh berlumuran darah tersenyum dari dalam ruang musik.
“Halo... apa kalian mau menyanyikan satu lagu dengan kami?” kata wanita yang duduk di depan piano.
Kedua murid itu membisu, namun akhirnya salah satu dari mereka memberanikan diri bertanya, “La... lagu a... apa?”
Lullaby and Good Night.”

4 komentar: