“Jangan... jangan bunuh saya...”
Seorang gadis berseragam putih abu-abu memohon pada sosok yang tengah bernyanyi sambil memainkan piano. Dia mengangkat tangan kanannya dengan gemetar, tangan kirinya menahan darah yang terus mengalir dari perutnya karena tertusuk oleh pisau.
Seorang gadis berseragam putih abu-abu memohon pada sosok yang tengah bernyanyi sambil memainkan piano. Dia mengangkat tangan kanannya dengan gemetar, tangan kirinya menahan darah yang terus mengalir dari perutnya karena tertusuk oleh pisau.
“Jangan?” kata sosok itu sambil
tersenyum meremehkan tanpa menghentikan aktifitasnya, “manusia yang tidak punya
bakat sepertimu harus dilenyapkan, kau tau itu kan?” katanya lagi, tapi gadis
itu hanya terus menangis. Tiba-tiba terdengar nada tak beraturan yang keras
dari piano.
“Jawab!”
“Jangan... bunuh saya...”
tangisan gadis itu terdengar semakin keras.
“Ssstt... jangan ribut,” sosok
itu berdiri lalu menempelkan telunjuk kanannya di depan bibir gadis tersebut, “kau
ingin hidup?” katanya lagi pada gadis itu lalu disambut oleh sebuah anggukan, “Nyanyikan
sebuah lagu untukku, ya?”
“Kalau a... aku ber... nyanyi...
a... aku gak akan... mati?” kata gadis itu terbata-bata sambil menahan tangis
dan rasa sakit di perutnya.
“Ya... bernyanyilah... nyanyikan ‘Lullaby and Good Night’ untukku.”
Kemudian gadis itu bernyanyi, di ruang
musik yang hanya diterangi oleh cahaya purnama
pada malam itu. Namun belum sempat
lagu itu selesai, sebuah tusukan beruntun mendarat tepat di lehernya, kemudian
rongga dadanya, dan nyanyian itu tak akan pernah diselesaikannya.
_-_
“Lagi-lagi seorang murid dari
klub musik terbunuh,” hanya kalimat itu saja yang mampu diucapkan oleh Bu Nala saat
ia menelepon Airin karena selanjutnya ia hanya menangis. Bu Nala adalah guru
musik di sebuah sekolah yang baru-baru ini menjadi lokasi pembunuhan beruntun
pada murid klub musik, sementara Airin adalah murid kesayangannya merangkap
ketua klub musik yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
“Aku akan segera ke sana, Bu. Ibu
tenang saja,” jawab Airin mencoba menenangkan Bu Nala.
“Ya... Cepatlah kemari...”
Airin mengakhiri pembicaraan tersebut
kemudian menyambar kunci mobil. Dia harus segera ke sekolah dan bertemu dengan
Bu Nala. Bu Nala pasti sangat sedih jadi ia harus menghiburnya.
Sekolah terlihat sepi saat Airin
memarkirkan mobilnya di depan sekolah, namun gerbangnya masih terbuka. Langit
sudah terlihat kemerahan, karena hari sudah sore. Cepat-cepat Airin melangkah
masuk ke dalam gedung sekolah, lalu menaiki tangga menuju ruang musik yang berada di lantai tiga.
“Bu Nala?”
“Airin? Itu kamu?”
“Iya, Bu. Ibu baik-baik saja kan?”
“Airin...” Bu Nala tiba-tiba berlari
ke arahnya lalu memeluknya.
“Tenang, Bu. Semua pasti akan
baik-baik saja. Tenang saja...”
“Ini pasti karena Lea! Lea marah
pada kita...”
“Tidak mung...”
Tiba-tiba kalimat Airin terhenti,
sebuah pisau tertancap di perutnya membuat kaus putihnya kini berubah warna menjadi
merah karena darah yang keluar dari perutnya yang tertusuk.
“Bu... Bu Nala”
“Siapa Bu Nala?”
“Ke... Kena... pa...?” seru Airin
terbata sambil memegangi perutnya.
Bu Nala tersenyum sambil memegang
pisau berlumur darah milik Airin. “Aku bukan Bu Nala, aku Lea.”
“Lea? Tapi... kamu... tidak mungkin.”
“Sudah meninggal? Hahahahaha...
Memangnya kamu ga pernah dengar tentang orang yang kerasukan? Aku memang sudah
mati! Dibunuh sama kamu, Bu Nala dan anak klub musik! Kamu puas kan, Airin?”
“Le.. a... aku mohon... a... ku...
dan Bu Na.. la ga... ngebu... nuh kamu. Kamu bu... nuh diri...”
“Aku bunuh diri karena kalian!”
teriak Lea yang berada dalam tubuh Bu Nala sambil melotot. Ia mengangkat pisau
yang penuh dengan darah Airin tinggi-tinggi.
“Ja... jangan... Lea...”
“Jangan bunuh kamu? Hahahaha! Aku
sudah biasa mendengarnya dari mulut murid-murid klub musik yang kubunuh. Hahahahaha!”
“Le... a...”
“Sekarang saatnya kamu ngerasain
bagaimana sakitnya aku saat bunuh diri karena frustasi selalu dihina sebagai
murid ga berbakat...”
Airin terdiam mendengar perkataan
Lea. Kalimat-kalimat ejekan yang ia lontarkan pada Lea tiba-tiba berebutan
masuk dalam ingatannya.
“Kalau ga punya bakat, ga usah gabung di klub musik! Lo pikir ini TK
apa?!”
“Udah tinggalin aja dia! Segitu aja udah nangis! Cengeng!”
Lullaby and good night, with roses bedight
With lilies over spread is baby’s sweet head
Lay thee down now and rest, may thy slumber be blessed...
Lea menyanyikan lagu nina bobo kesukaannya
lalu tersenyum manis pada tubuh Airin yang tak bernyawa, kemudian menusuk tubuh
yang dirasukinya.
_-_
“Lo tau ga tentang cerita hantu
di kelas musik? Katanya kalo kita lewat di depan ruang musik, ada suara piano
sama orang nyanyi gitu!”
“Masa sih?”
“Iya, ceritanya sih ada beberapa murid
yang dibunuh sama guru musik di sekolah ini. Terus karena seram, klub musik
akhirnya ditutup.”
“Terus guru itu udah ditangkap
polisi kan?”
“Enggak... katanya dia udah
meninggal. Jasadnya ditemukan di ruang musik sama ketua klub mjusik... dua-duanya
mati karena kehabisan darah.”
“Jangan cerita horor ah! Ini kan
Halloween...”
“Ih! Tapi itu beneran...”
“Bodo!”
Lullaby and good night, with roses bedight
“Lo denger sesuatu ga sih?”
“Apa?”
“Ada yang nyanyi...”
With lilies over spread is baby’s sweet head
“Eh iya...”
“Tuh kan...”
“Ada suara pianonya juga...”
Lay thee down now and rest, may thy slumber be blessed...
Kedua murid itu serentak berhenti
dan menatap palang bertuliskan ruang musik yang tergantung di depan pintu di
sebelah kiri mereka. Bulu kuduk
mereka berdiri.
Kriet...
Tiba-tiba pintu ruang musik itu
terbuka, kedua murid itu ingin berlari namun tubuh mereka serasa kaku. Delapan sosok
dengan tubuh berlumuran darah tersenyum dari dalam ruang musik.
“Halo... apa kalian mau menyanyikan
satu lagu dengan kami?” kata wanita yang duduk di depan piano.
Kedua murid itu membisu, namun
akhirnya salah satu dari mereka memberanikan diri bertanya, “La... lagu a... apa?”
“Lullaby and Good Night.”
Ampuuun kak stany~ .-----.
BalasHapusserem.. bikin merinding badai~ >.<
Iya? .-.
HapusGa tau ini kacau .-.
so scary!!! ewww....
BalasHapusSyukurlah kalo serem .-.
BalasHapus