Selasa, 12 Juni 2012

Menunggu Lampu Hijau

"Menanti saat kembali berkumpul bersamamu lagi seperti... menanti lampu merah yang tak kunjung berganti menjadi hijau."

"Jadi ini yang disebut Jam Gadang?" seorang gadis bersyal biru tua tersenyum samar saat mendongakkan kepalanya di depan menara jam yang ada di hadapannya. Ia sempat mencari tahu lewat internet tentang Jam Gadang dan menemukan fakta bahwa bangunan ini memiliki mesin yang sama dengan Big Ben, menara jam yang bersatu dengan Istana Westminster di kota London dan merupakan jejak dari negara Jerman yang tertinggal saat negeri ini sempat dijajah oleh Belanda. Sesaat gadis itu berpikir mereka seperti keluarga yang terpisah, namun akhirnya tertawa saat menyadari fakta bahwa hanya manusia yang punya keluarga.
 
Ia menyingkirkan pikiran konyol tentang kemungkinan kalau Jam Gadang dan Big Ben bersaudara lalu kembali fokus pada tujuannya berada di sini. Hari ini adalah hari pertamanya di Bukit Tinggi, hasil dari persekongkolan bodoh yang ia susun dengan suara asing yang menelponnya tepat ketika liburan kenaikan kelas dimulai. Lalu kenapa orang yang ia nantikan tak kunjung datang?
 
"Nunggu lama, ya?" akhirnya orang yang ia tunggu datang juga, pemilik suara asing yang benar-benar mirip dengannya. Tapi alih-alih tersenyum lega, ia hanya meniup ujung poni yang menutupi dahinya ---kebiasaan yang ia lakukan kalau sedang kesal.
 
"Kamu kesal karna nunggu aku ya? Maaf deh, Raya..."
 
"Huh... Tentu saja kamu harus minta maaf."
 
Raya menekuk wajahnya sambil menatap gadis itu, Disa, lalu meniup poninya lagi. Bersikap masa bodoh dengan permintaan maaf yang didengarnya tadi.
 
"Jadi... kamu mau muter-muter dulu atau?"

"Ga usah. Di sini aja. Ngomong-ngomong ide kamu apa?"
 
"Ide? Ga ada. Aku cuma pengen ketemu saudara kembarku aja."
 
"Kamu mau aku telen hidup-hidup ya?" Raya melotot pada Disa tapi yang dipelototi hanya tertawa.
 
Ia dan Disa adalah saudara kembar, tapi mereka harus hidup terpisah karena orangtua mereka bercerai. Jadilah mereka harus hidup terpisah. Raya bersama Papanya di Bandung dan Disa dengan Mamanya di Bukittinggi.
 
"Kapan ya lampu merah di hati Papa sama Mama berubah jadi hijau? Aku cape, Dis."
 
"Sama."
 
“Kira-kira kita bisa sama-sama kayak dulu lagi ga ya?”
 
“Aku juga ga tau, Ra.”
 
Mereka terdiam lalu menatap Jam Gadang yang berdiri di hadapan mereka. Sesaat memikirkan hal konyol tentang Jam Gadang dan Big Ben yang bersaudara seperti mereka, tapi harus terpisah.
 
Kapankah lampu merah itu akan berganti menjadi hijau? Saat ini mereka sama sekali tidak tahu. Tapi mereka akan segera mewujudkan hal tersebut. Pasti…
 
“Menunggu lampu merah menjadi hijau memang menyebalkan… tapi aku akan selalu menanti saat itu tiba. Semoga… lebih cepat dari yang kuinginkan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar