Kamis, 14 Juni 2012

Jingga di Ujung Senja

"Apakah kau tak bisa berhenti melakukan hal bodoh seperti itu?"
"Itu bukan hal bodoh, bu."
"Kau itu perempuan, Laras!"
"Lalu?"

Pertengkaran yang terjadi tadi pagi masih jelas dalam ingatanku. Aku memang tak pernah bisa sependapat dengan Ibu. Gayaku yang tomboi dan cuek memang tak pernah bisa diterima oleh ibu sehingga kami sering terlibat dalam pertengkaran.

Puncak pertengkaran antara aku dan ibu terjadi pagi tadi. Saat aku mengatakan tak ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah dan mengejar mimpiku untuk menjadi seorang pelukis. Tapi ibu tak bisa mengerti apa yang kuinginkan, ia terus memaksaku untuk kuliah di fakultas ekonomi. Bekal untuk meneruskan usaha keluarga katanya.

Tapi bukan Laras namanya kalau sepakat dengan permintaan ibu. Yang kulakukan selanjutnya adalah menenteng tas ranselku, menyumpal telingaku dengan earphone yang menyenandungkan lagu bervolume maksimum, lalu melangkah menuju pintu rumah tanpa mendengar omelan ibu. Jembatan Ampera, sungai Musi, tempat itulah yang menjadi tujuanku selanjutnya.

*

Sungai Musi di saat senja menyambutku dengan pantulan warna jingga dari Langit. Sangat indah, benar-benar membuatku ingin menyentuhnya. Belum pernah terpikir bagiku untuk melakukan hal ini, tapi saat ini aku sudah tak peduli lagi.

"Aku sudah siap."

Tubuhku meluncur ke bawah, mengikuti grafitasi bumi. Bayangan langit jingga terlihat semakin dekat, dan aku tertawa.

Langit jingga di ujung senja yang memantul di sungai Musi, ijinkan aku menyentuhmu.

*

"LARAS!"

Teriakan terdengar di atas jembatan Ampera. Seorang gadis berlari dengan gembira sambil mengangkat tinjunya tinggi-tinggi ke udara. Ya, gadis itu aku. Aku baru saja melakukan atraksi bungee jumping dari atas jembatan Ampera, melakukan hal yang jelas-jelas dilarang oleh ibuku.

"Kau keren! Apa kau berhasil melakukannya?" kata Edo sambil menepuk pundakku keras-keras. Mungkin ia lupa kalau aku masih perempuan.

"Menyentuh langit jingga yang terpantul di sungai musi? Tentu saja..." kataku lalu kamipun tertawa.

Jingga di ujung senja di sungai Musi menghilang ditelan malam. Aku dan teman-temanku menatap warna sungai Musi yang berubah menjadi hitam. Semuanya terdiam, mungkin merenungi petualangan baru yang kami lakukan hari ini. Mungkin berjanji bahwa ini tak akan menjadi yang terakhir. Mungkin...

Jingga di ujung senja yang memantul di sungai Musi, aku akan menyentuhmu lagi.


posted from Bloggeroid

4 komentar:

  1. Keren...

    Pengen bungee jumping juga, tapi gw takut ketinggian :|

    BalasHapus
  2. Aku juga ingin seperti Laras. Nice story. :)

    BalasHapus
  3. @Tammy : Sama. :( Tapi pengen sih.

    @Beti : makasih ya. :)

    BalasHapus
  4. Keren!!

    jadi pengin bungee jumping juga :D

    mampir blogku juga: http://prienz.wordpress.com/2012/06/13/jingga-di-ujung-senja/ ;)

    Prienz

    BalasHapus