Minggu, 18 Desember 2011

SLF. (For You... My November)

Bau hujan bercampur bau bawang mengusik hidungku, membuatku terbangun dan membetulkan posisi dudukku yang tak karuan karena sempat tertidur. Aku mengerjap perlahan, memfokuskan mata pada geliat manusia yang terlukis di luar jendela.
"Pasar ternyata..." gumamku malas.

Mikrolet yang kunaiki masih memutar lagu-lagu masa kini, dan bangku depan yang tadinya ditempati oleh sepasang kakek nenek kini berganti dengan dua remaja yang sibuk bersenandung, mengikuti lagu yang mengalun dari speaker yang menyatu dengan kursi di belakangku. Ya, bahkan mikrolet bisa sekeren ini, itulah yang istimewa dari kotaku. Walaupun sebagian besar suara yang dihasilkannya lebih sering membuat alarm mobil Papaku berbunyi otomatis karena bising, tapi setidaknya ada juga lagu-lagu pop yang bersahabat dengan telingaku.

Kota ini masih sama seperti hari-hari yang sudah lewat. Jalanan yang berhias deretan toko yang tak teratur, pedagang kaki lima yang sibuk dengan dagangannya, serta warna-warni manusia yang membuatnya terasa sesak. Ikan mas koki yang berputar hilir mudik dalam akuarium kotak di depan pet shop menarik perhatianku. Ahh... Aku ingin beli ikan hias lagi. Akuarium di rumah sudah lama kosong, batinku sambil membayangkan beberapa ikan mas koki yang dulu sempat dibeli mama. Yang akhirnya mati satu persatu.
Rintik menghias kaca jendela, dan mau tak mau lagi-lagi membawa sekelebat bayangan. Bayangan yang mengawali Novemberku dengan kata cinta.

Ia tersenyum, seiring asap rokok yang mengepul dari mulutnya."Kau tak percaya?" katanya dengan senyum yang sedari tadi tak mau pergi dari wajahnya.
"Bagaimana bisa Aku percaya?" balasku, masih dengan tatapan bingung.
"Lalu... Apa yang harus kuperbuat supaya kau percaya?"

Aku tersenyum kecut mengingat semua hal manis yang kini terasa menusuk. Hujan memang memiliki kekuatan misterius yang bisa membawa manusia terbang kembali ke masa lalu. Bahkan lebih sering kenangan yang tak ingin kuingat.

Aku terkesiap dan mengembalikan konsentrasiku ke dunia nyata, menyadari bahwa mikrolet yang kunaiki memutar ke arah yang berlawanan. Ck, salah naik. Aku menggerutu lalu meminta pak supir menurunkanku. Untunglah aku masih bisa mencari mikrolet jurusanku dari sini, kalau tidak... bisa-bisa aku harus mengeluarkan uang lagi untuk kembali ke pusat kota.

"Es kelapa mudanya satu, bang," kataku pada penjual itu sambil mengeratkan genggamanku pada tali ransel. Benar-benar aneh membeli es kelapa muda di hari hujan seperti ini, tapi setidaknya aku perlu sesuatu untuk mendinginkan kepalaku. Dan kurasa es kelapa muda ini cukup membantu.

Dan rintik sore ini berganti menjadi hujan deras. Sesaat aku menyesal teringat payungku yang kelupaan di angkot sebelumnya. Tapi tak ada yang perlu disesali. Pengalaman membuat kita belajar, bukan?

Dan di kursi belakang mikrolet yang kunaiki sekarang, dan yang kuyakini tak akan salah lagi, Aku bersenandung lemah.

"I close my eyes and dream of you and I and then I realize... There's more to life than only bitterness and lies... I close my eyes..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar