Sabtu, 16 September 2023

#JurnalMalam : Apa yang Aku Miliki dan Tidak (sedang baca : Filosofi Teras)

    Saat memutuskan judul apa yang harus dipakai untuk tulisan kali ini, aku memilih kata jurnal sebagai kata pertama. Sepintas ada sebuah niat untuk membuat ini sebagai tulisan rutin, tapi taulah... apa ya bahasa Indonesianya, "panas-panas tai ayam" (wwkwkkwkwk), kayak niat cuma di awal doang tapi nerusinnya malas. Jadi ya aku mau nulis ini sebebasnya aja tanpa beban untuk harus menulis tulisan lanjutannya. Selain itu, lucunya, saat aku pikirkan lagi aku malah ngga tau arti sebenarnya dari jurnal (wkwkwkwk). Jadi jurnal itu sendiri (menurut Google) adalah catatan yang dibuat secara teratur. Teratur ya... apa bisa aku teratur padahal blog ini aja judulnya 'kacau'? Tapi mari kita coba yaa.

Filosofi Teras
oleh Henry Manampiring
    Sekitar dua atau tiga hari yang lalu, aku berhasil meminjam buku "Filosofi Teras" karya Henry Manampiring dari aplikasi perpustakaan digital Bank Indonesia (IBI). Aku baru selesai membaca bab II hari ini. Membaca buku saat ini jadi salah satu kegiatan yang bisa aku lakukan untuk menenangkan hati, bersabar saat menunggu antrian, atau kegiatan sebelum tidur. Buku ini bisa dibaca dengan perlahan (karena aku juga bukan tipe pembaca yang cepat) dan sesekali berhenti untuk merenung tentang apa yang baru saja aku baca. Filosofi Teras menceritakan tentang sebuah ajaran yang digagaskan oleh Zeno. Pada mulanya ajaran ini diajarkan di stoa (bahasa Yunani yang artinya beranda, serambi) sehingga kaum yang mengikuti ajaran ini disebut kaum stoa dan ajaran ini selanjutnya disebut Stoisisme. Belum banyak yang bisa aku ceritakan tentang isi buku ini, tapi yang aku maknai ialah :

#1 : kebahagiaan bisa didapat dengan melatih diri kita sendiri
Latihan bahagia? Ada rasa sangsi yang muncul saat aku membacanya. Maksudnya aku harus berlatih biar bisa bahagia gitu? Aku mencoba mengalah dengan rasa sangsi dan membiarkan rasa ingin tahu menang kali ini. Ternyata ada banyak artikel tentang latihan bahagia, jadi kesimpulannya kebahagiaan bukan hanya bisa dilatih tapi bisa juga dicari... asal aku mau dan niat.

"Sama seperti otot harus dilatih dengan berulang-ulang mengangkat barbel, maka batin pun bisa diperkokoh lewat latihan rutin setiap hari lewat STAR (Stop, Think-Assess, Respond)." _ Filosofi Teras, halaman xviii

#2 : bahagia itu artinya bebas dari emosi negatif
Semoga bagian ini ditulis dengan kesadaran bahwa aku harus terus belajar untuk mengatasi emosi dan amarah dalam diri. Emosi yang tidak bisa dikendalikan bukan hanya bisa merusak hubungan dengan orang lain, tapi juga merusak diri sendiri dengan penyesalan yang muncul tiap kali tidak bisa mengontrolnya. Hal ini juga pernah aku baca dalam buku "Going Offline" karya Desi Anwar, "Cara paling baik untuk menghadapi hidup adalah memiliki pengetahuan yang cukup tentang diri sendiri" (baca review "Going Offline": breakTime.... (kekacauansementara.blogspot.com)) yaitu mengenal tanda-tanda yang muncul saat emosi negatif dalam pikiran akan segera meluap dan bisa segera dicegah agar tidak menjadi kata-kata atau marah. Juga nafsu, mengetahui apa bedanya keinginan dan kebutuhan sehingga terbebas dari perilaku ingin mendapatkan apa yang sebenarnya tidak aku perlukan. Hal ini jugalah yang menjadi dasar aku menulis nomor #3 juga judul tulisan ini...

#3 : Menghargai apa yang aku miliki dan tidak terpaku pada apa yang tidak aku miliki
Judulnya jelas ya... sesederhana aku yang terus ingin membeli gadget baru padahal aku sudah punya banyak dan waktuku lebih banyak aku habiskan dengan gadget-gadget tersebut. Aku sering merasa kesepian saat melihat media sosial dari layar gadget... maksudnya, gimana yah menulis perasaan ini. Itu kan tempat bersosialisasi. Tapi duniaku kan isinya bukan hanya itu, itu maya, lebih banyak yang palsu. Kenapa aku harus merasa sepi, aku punya keluarga, aku juga punya teman. Harusnya aku tidak mengurung diri dalam kesepian yang aku ciptakan sendiri dalam benda sekecil gadget. Mungkin jika aku lebih menghargai apa yang ada di dunia nyata di sekitarku, hidupku bisa lebih berarti.

Baru-baru ini pun aku membaca artikel dari Greater Good tentang "10 Hal yang bisa Kamu Lakukan untuk membuat Waktumu lebih Bermakna" (baca : Ten Ways to Make Your Time Matter (berkeley.edu)) Salah satu di antara 10 poin yang ditulis mengatakan, "Distraksi dari dunia digital memungkinkan kita untuk melarikan diri ke dunia di mana keterbatasan manusia yang menyakitkan tampaknya tidak berlaku." Dengan membatasi penggunaan gadget, bahkan menggunakan teknologi dengan satu tujuan seperti kindle untuk membaca (aku lebih tertarik untuk membeli mp3 player sebagai teman untuk membaca buku saja, tapi nanti saja belinya setelah nabung) bisa mengurangi waktu yang digunakan untuk menggulir linimasa media sosial tanpa tujuan, atau menonton Youtube berjam-jam yang isinya rata-rata gadget yang pengen aku beli tapi ga butuh.

Lalu apakah jika aku sudah mendapat hal yang tidak aku miliki, apa akan selalu berujung bahagia? Dan jika tidak punya, apa aku harus tidak bahagia? Rasanya sedih jika membandingkan ketidak bahagiaanku dengan orang-orang di luar sana yang tidak punya banyak hal tapi bisa bahagia. Aku harap apa yang aku ketik setelah ini tidak sensitif untuk mereka yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun materi. Saat aku membaca buku ini di ruang tunggu rumah sakit pagi ini, aku melihat layar tv memutar berita tanpa keterangan apa yang jadi topik pembicaraan. Layar itu menampilkan video tanpa suara dan terlihat ada dua orang di sana yaitu polisi pria dan satunya lagi seorang juru bahasa isyarat yang sibuk menggerakan tangan dengan cepat. Aku bukan orang yang mengerti bahasa isyarat, tapi dulu sekali aku sering melihat berita (sepertinya Seputar Indonesia) yang menambahkan sebuah kotak kecil di sudut kanan bawah yang menampilkan juru bahasa isyarat. Hal yang sudah lama tidak aku lihat karena sudah jarang menonton tv apalagi berita ini membuatku berpikir, bagaimana ya perasaan orang yang tuli sejak lahir? Aku pernah menegur petugas apotek yang suaranya tidak kedengaran saat memanggil antrian, bagaimana ya jika suatu saat duniaku nantinya hening... aku tidak bisa membayangkan.

Ternyata, ada banyak yang aku miliki, aku tidak kekurangan.

Sebelum tulisan ini semakin kacau dan ga jelas tujuannya ke mana, aku akan mengakhiri ini di sini saja. Setelah selesai baca buku ini (segera!) aku akan menulis lagi.

Semoga bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar