Senin, 18 Juli 2011

Mythportrayer *Part I - The Girl and Her Laptop*

"Arrrgghhhh!!! Mampet lagi!" teriakku sambil memukul-mukul kepala. Lagi-lagi ide menulisku buntu di tengah jalan. Menyebalkan!
"Seline! Kamu bisa kan ga teriak-teriak terus tiap hari? Mama bisa budek nih lama-lama!" teriak mama dari lantai bawah. Ahh... Lagi-lagi aku lupa mengontrol volume suaraku.
"Iya, Maa... Maaf..." balasku, kali ini dengan suara selembut mungkin lalu beralih lagi ke arah laptop kesayanganku. Hmm... Apa lagi yang harus kutulis? Astral sudah hampir sampai ke puncak Mount Cruxellion. Ahh... Apakah aku harus menambahkan sedikit tantangan supaya ceritanya menarik? Tapi tantangan apa?
"Hehh, novelis abal-abal..."
Yakk! Si pengganggu datang di saat yang sangat tepat. Saat dimana aku ingin melempar seseorang dengan kaleng cola yang sudah kosong di sampingku. Semoga dia tidak mencari gara-gara saat ini.
"Hehh! Lo budek ya?" teriaknya lagi.
Mau tidak mau aku membalikkan tubuhku ke arah suara menyebalkan itu. Asal suara itu, Kakak perempuanku Aria, berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di pintu ruang imajinasiku -gudang di bagian loteng, yang kusulap sebagai tempatku menulis selama ini- yang lebih suka disebutnya sebagai ruang hampa udara saking gelapnya dan tak ada satupun ventilasi.
"Apa?" jawabku datar.
"Disuruh makan sama mama, awas kalo lo ga turun dalam 5 detik. Laptop beserta kawan-kawan bakalan ilang tanpa jejak!" ancamnya lalu langsung menghilang di balik pintu, tepat sebelum kaleng cola mendarat di kepalanya.
"Nyebelin!" teriakku, kali ini aku memang tak bisa membantah. Kakakku itu memang sangat nekat! Aku ingat bagaimana dengan teganya ia menghapus folder novel yang kutulis selama 3 bulan, gara-gara aku tak mau menurut saat disuruh membelikan cemilan. Jahat!
"5 detik udah abis dari tadi, Seline! Jangan sampe yang gue bilang tadi bakalan kejadian!" teriaknya dari lantai bawah.
"Argh! Iya, iya!" teriakku frustasi lalu beranjak meninggalkan laptopku. Penulis butuh makan juga kan?
Dan begitulah, setelah makan aku malah lupa dengan novelku, membiarkan ceritanya menggantung selama beberapa hari (mungkin minggu). Tanpa menyadari bahwa kehidupan dalam novel itu terhenti sesaat akibat kemalasanku.

*******

"Dawson si raksasa, penjaga gerbang istana di puncak Mount Cruxellion, menghunuskan pedangnya ke arah Astral... 'Jangan mendekat!' serunya. 'Tak seharusnya ada manusia yang boleh menginjakkan kaki di Mount Cruxellion! Lancang sekali!' Tapi Astral tetap... Tetap... Tetap apa ya? Ahhhh! Buntu lagi!"
Aku terus menekan tombol backspace berkali-kali lalu mengetik kalimat yang sama lagi. "Nyerah deh..." kataku lesu sambil menyandarkan wajahku ke meja.
"Tetap bersikeras menerobos gerbang istana dan mengalahkan pertahanan Dawson..."
"Hehh?" aku terkaget-kaget melihat Natalie yang sudah berada di sebelahku, mengetik kata-kata yang diucapkannya tadi.
"Jangan diutak-atik!" teriakku lalu memeluk laptop kesayanganku itu.
"Pelit!" katanya sambil memonyongkan bibirnya. Ahh... Aku iri dengan sepupuku ini. Dalam keadaan monyongpun dia tetap saja cantik. Kalau aku? Err- tak usah dibahas.
"Ngapain kesini?" kataku sambil mulai mengetik lagi. Dan jujur saja aku malah mengetik kata-kata yang dibilang Natalie tadi.
"Lagi bosen aja... Si Aga nyebelin hari ini jadinya..."
"Jangan mulai deh. Hari ini gua ga nerima sesi curhat..." kataku cuek tanpa mengalihkan pandanganku dari laptop.
"Isshhhh.. Dasar dingin! Pantesan lo ga dapet-dapet pacar sampe sekarang!" ledeknya sambil melempar boneka beruangku.
"Hehh!!! Ga elo, ga si Aria! Semuanya sama aja! Ganggu mulu! Minggat sana!" usirku, tapi yang diusir malah tertawa-tawa tidak jelas lalu mulai mengacak-acak laptopku lagi.
"Natalie!"

*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar