Kamis, 16 Januari 2014

Banjir Kemarin...

Jadi akhirnya listrik menyala setelah padam dari kemarin pagi. Katanya sih listrik mati karena kantor PLN sendiri terendam. Mungkin kondisinya sudah lebih baik.
Mungkin peristiwa banjir kemarin di Manado menyadarkan kita bahwa kuasa Tuhan dan alam tidak bisa dilawan dan kita tidak pernah bisa meramal apa yang akan terjadi. Ceritanya kemarin setelah menikmati libur hari raya, saya pergi ke klinik seperti biasa. Karena saya masih menyandang status ko-ass gigi tingkat pertama jadinya tidak boleh malas dan membolos, apalagi tinggal dengan orangtua. Otomatis setiap hari kerja walaupun tidak ada janji dengan pasien tetap diharuskan datang, jadilah saya datang hari itu. Padahal cuaca pagi hari cerah, walaupun jembatan yang saya lewati di perjalanan menuju klinik memang naik volume airnya tapi masih bisa dianggap wajar.
Kemudian hujan mulai turun, listrik padam dan diganti dengan genset. Tiba-tiba dapat kabar kalau sudah ada genangan air di lorong depan klinik tapi masih pendek. Teman-teman juga mulai menunjukkan foto yang beredar di bbm tentang beberapa daerah yang sudah tergenang banjir dan ombak di Boulevard yang tinggi. Katanya pintu air di Tondano juga sudah terbuka. Baru beberapa jam kemudian saat saya dan teman-teman berada di lantai 4, kami melihat kalau sudah ada genangan air di jalan raya di sekitar dua bangunan di sebelah klinik. Genangan air datang dari tiga arah : kompleks Plasa, Kampung Cina dan persekolahan Don Bosco Manado. Sementara itu jalanan depan klinik masih kering, orang-orang mulai pulang tapi saya masih menunggu jemputan karena sudah tidak ada angkot yang lewat di depan jalan karena terhalang banjir. Komunikasi juga terhalang karena signal yang jelek. Hujan masih turun.
Karena banjir di daerah Kampung Arab, akhirnya Papa berjalan dari pertigaan Tuminting-Wonasa untuk menjemput saya. Padahal air sudah sampai setengah badan, syukurlah papa bisa selamat sampai ke lokasi saya dan saya jadi tenang karena sudah bersama Papa. Terima kasih, Papa. J
Hujan belum berhenti dan air masih terus naik, akhirnya Papa dan saya pindah dari klinik menuju Griya Sintesa di sebelah. Lama-lama air mulai masuk dan kami pindah ke lantai dua. Dari sini saya bisa melihat toko-toko di depan yang sudah tertutup air, mobil-mobil di kampung Cina yang sudah mulai terbawa air, orang-orang yang mengungsi, dan parkiran serta klinik gigi yang juga sudah tergenang air.


Kami tidak lama-lama di Griya karena setelah itu ada instruksi bagi orang-orang yang menginap di situ untuk pindah ke hotel Peninsula. Saya, papa, dan kedua teman saya pun ikut pindah. Lewat jendela lantai dua dan berjalan di atas papan yang diletakkan di atas seng, kami menyeberang ke tangga yang terhubung ke hotel Peninsula. Hotel ini tembus ke jalan raya yang kering. Syukurlah akhirnya kami tidak terjebak banjir lagi.
Tapi ternyata saya dan Papa masih harus bertemu banjir lagi di kawasan jalan depan toko buku Utama yang memanjang sampai kampung Arab. Karena jalan menuju jembatan Mahakam (yang melewati kompleks Plasa yang sudah tergenang air) lebih tinggi dan kuat arus airnya, saya dan Papa hanya berharap kalau jalan di sebelah toko buku Utama itu cepat surut. Jadilah kami menunggu di sekitar emperan toko bangunan sambil melihat orang-orang yang mulai berdatangan dari lokasi banjir. Saat itu katanya masih ada orang-orang yang belum bisa dievakuasi dan kelaparan di dalam gedung. Ada juga teriakan minta tolong. Katanya ada beberapa mobil yang terbalik. Kondisi jalan yang tergenang banjir sangat gelap, hanya ada lampu senter satu-satu dari orang-orang yang menerobos banjir. Hujan yang sempat terhenti di sore hari mulai turun lagi.
Sekitar jam  10 malam ada kabar kalau pintu air Tanggari akan dibuka 2 jam lagi dan pasti air akan naik lagi. Akhirnya karena takut ketinggian air akan naik lagi, saya dan Papa berjalan di jalan depan toko buka Utama yang airnya sudah turun sampai di lutut. Banjirnya sampai di jalanan dekat Kampung Arab dan syukurlah jembatan Singkil yang katanya putus ternyata dalam kondisi baik-baik saja dan tidak terendam air dan kami bisa selamat sampai mobil.
Cerita ini saya tulis hanya sebagai kenangan saja untuk pertama kalinya saya terjebak banjir. Dari pengalaman ini saya juga sadar kalau saya belum bisa sendiri. Duduk di emperan toko dan kedinginan juga terasa aman karena ada Papa. J

Semoga banjir Manado cepat surut, semoga korban banjir bisa terselamatkan, semoga orang-orang yang meninggal karena banjir bisa diterima jiwanya di Surga, dan semoga Manado kembali pulih. Pray for North Sulawesi.

3 komentar:

  1. Amin. Semoga selamat semuanya :'(

    BalasHapus
  2. untung joo ng nda malamise. T_T

    BalasHapus
  3. @Putra : Amiin

    @Sindy : iyo kasiang. Untung le boleh kabur dari jendela. Ato nda terjebak dalam gedung kita. ^^

    BalasHapus