“Jika
bisa, aku tidak ingin memikirkan kesedihan
Tapi hal itu akan datang lagi, kan?”
Tapi hal itu akan datang lagi, kan?”
Natsu menatap salju yang turun dari balik jendela taksi yang dinaikinya. Hari
ini ia harus meninggalkan semuanya, tepatnya mengembalikan sesuatu yang dari
awal memang bukan miliknya. Belum-belum ia sudah merindukan kota ini, bagaimana
ia bisa menghadapi kesepian yang akan muncul sedikit demi sedikit? Namun
seiring dengan taksi yang mulai berjalan, demikian pula ia harus rela melepas
kenangan manis yang dialaminya di kota ini.
“Selamat tinggal…” ia memberikan lambaian terakhir pada deretan gedung yang
mulai menjauh lalu meraih ear phone yang tergeletak di sisinya. Perlahan sebuah
nada mengalun di telinganya. Lagu yang sama, lagu yang mereka sukai. Apakah
mereka bisa mendengarkan lagu ini bersama lagi? Ia tidak tahu…
***
Awal musim
dingin, di sebuah taman di Tokyo…
Salju pertama baru saja mulai menyelimuti kota Jepang ketika Natsu melebarkan
tangannya dan menghirup udara di sekelilingnya dengan bersemangat. Demi
memenuhi permintaan saudara kembarnya, Yuuki, akhirnya ia kembali menapaki kota
kelahirannya yang sudah ditinggalkannya selama tujuh tahun.
“Hanya selama liburan musim dingin...” begitulah
yang dikatakan oleh Yuuki ketika memohon pada Natsu untuk kembali. Natsu memang
tak bisa menolak setiap permohonan Yuuki, jadinya ia langsung menyanggupi
permohonan tersebut.
Ia baru saja berniat ingin berlama-lama bermain di dalam salju, ketika sebuah
suara yang asing menyebut nama yang seharusnya bukan ditujukan untuknya.
“Yuu-chan?”
Natsu berbalik, menatap pria berkaca mata yang
tersenyum kaku di hadapannya. Syal berwarna abu-abu terlihat sangat cocok
dengan mantel putih yang digunakannya saat ini. Membuat pria itu terlihat lebih
berkilau.
“Ya?”
Kebohongan pertama sudah dimulai.
***
“Beruntung sekali, ya? Kita
bisa melewati malam Natal bersama-sama lagi. Untung kau tidak jadi berlibur ke
Paris,” Yuujiro tersenyum sambil menyesap Espresso yang masih panas. Senyumnya
yang tak lagi kaku seperti tadi membuat Natsu sadar kalau pria ini tak tahan
terhadap udara dingin.
Ia terus berceloteh sejak
pertama kali mereka bertemu. Bahan obrolannya seakan tak ada habisnya. Ia bercerita
tentang Ibunya yang tiba-tiba datang ke apartemennya yang kacau –Yuujiro
langsung diomeli akibat tumpukan pakaian kotor yang tak dicucinya selama
beberapa bulan–, tentang nilai mata kuliahnya yang lulus secara ajaib,
dan hal-hal lainnya yang menurut Natsu tak penting untuk didengarkan. Ia heran
bagaimana bisa Yuuki yang pendiam bisa bertahan dengan pria secerewet Yuujiro. Kalau
saat ini Natsu sedang menjadi dirinya sendiri, mungkin ia akan meladeni ocehan
pria ini. Tapi menjadi Yuuki yang kalem berarti ia harus sebisa mungkin
mengubah semua kelakuannya menjadi semirip Yuuki.
Awalnya ia berpikir berakting
menjadi Yuuki adalah hal yang mudah. Ia hanya tinggal menyanggupi permintaan
Yuujiro untuk kencan di hari-hari selanjutnya, menghabiskan waktu di taman
bermain dan tempat lainnya yang menjadi tempat favorit bagi Yuujiro dan Yuuki,
serta hal-hal lain yang biasa mereka lakukan.
Tapi ternyata semuanya tidak
mudah. Terlalu sering berada di sisi pria ini dan bergandeng tangan dengannya
membuatnya merasakan hal yang lain. Cinta, sesuatu yang tak masuk dalam perjanjian
antara Yuuki dan Natsu. Tapi ia tak bisa berbohong. Ia mencintai pria ini, dan
ia berharap musim dingin kali ini akan lebih panjang dari biasanya.
***
“Aku akan pulang besok, Na-chan!” seru
Yuuki dari telepon yang berada di telinga Natsu.
“Kau… Pulang?” sahut Natsu terbata saat mendengar
teriakan Yuuki.
“Tentu
saja! Memangnya kau berharap aku tak akan kembali menjadi Yuuki?”
Rasanya Natsu ingin menangis
saat itu juga. Kenangan musim dingin yang dilewatinya bersama Yuujiro seakan
berjalan mundur di kepalanya. Akhirnya kebohongan ini harus diakhiri.
“Aku sudah
memesan tiket ke London untukmu. Terima kasih ya, Na-chan… Banyak yang ingn
kuceritakan tentang liburanku, tapi sayangnya kau juga harus segera pulang,
kan?”
Perkataan
Yuuki barusan membuat Natsu tersadar. Musim dingin akan segera berakhir dan itu
artinya ia harus segera kembali ke London untuk melanjutkan kuliahnya.
“Ya… Sayang sekali ya, Yuu-chan…”
Sayang
sekali, hanya itu yang bisa dikatakannya. Sayang sekali ia menyanggupi untuk
ikut dalam sandiwara ini. Sayang sekali ia harus mengenal Yuujiro. Sayang sekali…
ia jatuh cinta.
***
Akhir musim
dingin, Bandara Narita…
Natsu
menghirup udara di sekitarnya sebanyak-banyaknya. Ia ingin merasakan atmosfer Negara
ini sebelum ia benar-benar meninggalkannya. Secercah harap muncul dalam
benaknya, ia berharap mungkin saja Yuujiro akan berlari ke arahnya, menerobos warna-warni
manusia dengan koper di tangan mereka, lalu memeluknya erat. Tapi saat ia
berbalik lagi, tak ada sosok Yuujiro yang muncul di hadapannya.
Yuujiro
sudah menjadi milik Yuuki lagi.
Kecewa,
hanya itu yang dirasakannya saat ini. Ia lalu menyeret kopernya untuk beranjak
menuju pesawat, tapi sebuah suara membuat langkahnya berhenti seketika.
“Natsu! Jangan pergi!” Sosok seorang pria berlari ke arahnya lalu langsung menarik gadis
itu ke dalam pelukannya.
“Yuujiro? Kenapa? Yuuki…”
“Dari awal aku dan Yuu-chan hanya bersahabat. Apa
kau tak tahu? Kami memang sering menghabiskan waktu bersama-sama, tapi itu
bukan kencan. Namun denganmu… kurasa itu lain cerita. Aku mencintaimu…”
Selamat
tinggal hari-hari di musim dingin. Hari-hari saat aku menjadi orang lain. Selamat
datang musim yang baru… selamat datang, cinta…